WELCOME TO MY PAGE

welcome

Get Gifs at CodemySpace.com Get Gifs at CodemySpace.com

Sabtu, 17 Desember 2011

Bahasa dan Peranannya

Masyarakat dalam menggunakan bahasa harus memiliki pengetahuan tentang bahasa. Pengetahuan ini berupa sistem bahasa dan konteks. Bahasa merupakan sebuah sistem. Sistem artinya cara atau aturan. Sebagai sebuah sistem bahasa itu sekaligus bersifat sistematis dan sistemis. Sistematis artinya bahasa tersusun menurut suatu pola, tidak tersusun secara acak secara sembarangan. Sistemis artinya bahasa itu bukan merupakan sistem tunggal tetapi terdiri juga dari sub-sub sistem atau sistem bawahan. Bahasa terdiri dari unsur-unsur atau komponen-komponen yang secara teratur tersusun menurut pola tertentu dan membentuk suatu kesatuan. Jenjang subsistem dalam linguistik dikenal dengan nama tataran linguistik atau tataran bahasa. Kajian linguistik dibagi dalam beberapa tataran yaitu tataran fonologi, tataran morfologi, tataran sintaksis, tataran semantik, dan tataran leksikon.
Kajian linguistik dapat dikotomikan menjadi dua, yaitu kajian mikrolinguistik meliputi teori linguistik, linguistik deskriptif, dan linguistik historis komparatif, sedangkan kajian makrolinguistik fonetik terapan, meliputi bidang interdisipliner (fonetik, stilistika, filsafat bahasa, psikolinguistik, sosiolinguistik, etnolinguistik, semiotika, dll.) dan bidang terapan (pengajaran bahasa, penerjemahan, mekanolinguistik, pembinaan bahasa khusus, dll.).
Masyarakat, khususnya individu sebagai pengguna bahasa harus memiliki pengetahuan terhadap konteks penggunaan bahasa. Konteks ini meliputi knowledge of the world yang berupa knowledge structures, yaitu struktur pengetahuan tentang kehidupan dan knowledge of language yang berupa language competency.
Jika pengetahuan tentang kaidah-kaidah bahasa dapat dipahami disertai konteksnya, bahasa dapat digunakan oleh pemakai bahasa yang tergabung dalam masyarakat bahasa. Masyarakat ini sangat berpotensi dalam melakukan perubahan makna atau menciptakan makna baru.
Bahasa memiliki berbagai fungsi. Munif (2008) menyatakan bahwa Finocchiaro (1974) telah membagi fungsi bahasa menjadi 6 (enam), yaitu (1) fungsi personal, yaitu bahasa digunakan untuk mengekspresikan emosi, kebutuhan kebutuhan, , pikiran, sikap seseorang seseorang, (2) fungsi interpersonal, yaitu bahasa digunakan untuk memelihara relasi relasi-relasi sosial sosial. Contoh sapaan, ucapan selamat , dll. (3) fungsi direktif, yaitu bahasa bisa digunakan untuk mengontrol perilaku orang lain dalam bentuk nasihat, , perintah, ajakan, diskusi, dll. (4) fungsi referensial, yaitu bahasa digunakan untuk membicarakan objek atau kejadian dalam lingkungan atau budaya tertentu tertentu, (5) fungsi imaginatif, yaitu bahasa digunakan untuk melahirkan karya sastra yang berbasis pada kekuatan imaginasi imaginasi. Contoh novel, puisi, cerpen, dll. Lebih lanjut dijelaskan bahwa menurut Halliday fungsi bahasa dibagai menjadi 9 (sembilan), yaitu (1) fungsi instrumental, “I want function”, bahasa digunakan untuk memanipulasi dan mengontrol lingkungan, (2)fungsi regulatori: “Do as I tell you function”; bahasa digunakan untuk memberikan instruksi dan aturan, (3) fungsi interaksional; “Me and you function”; bahasa digunakan untuk menentukan dan mengkonsolidasi kelompok, (4) fungsi personal, (5) fungsi heuristic, “Tell me why function”; bahasa sebagai alat untuk mempelajari sesuatu, (6) fungsi imaginatif, (7) fungsi informatif; bahasa digunakan untuk menjelaskan dunia nyata, (8) fungsi permainan, dan (9) fungsi ritual.
Untuk mengenali apa itu bahasa atau bukan dapat dilihat melalui karakter bahasa. Banyak para ahli merumuskan karakter-karakter bahasa. Karakter-karakter ini adalah (1) bahasa merupakan seperangkat bunyi, (2) hubungan antara bunyi bahasa dan objek referensinya, (3) bersifat arbitrer, (4) bahasa itu bersistem, (5) bahasa adalah seperangkat lambang, dan (6) bahasa bersifat sempurna (Archibal A Hill dalam Munif, 1998)
Widyartono (2008) menjelaskan bahwa penggunaan bahasa Indonesia diatur melalui politik bahasa nasional. Kedudukan bahasa Indonesia dituangkan dalam Sumpah Pemuda dan Undang-Undang Dasar 1945. Sumpah Pemuda 1928 berisi pengakuan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa nasional. Undang-undang Dasar 1945 Bab XV Pasal 36 menyatakan bahwa ”Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”. Sumpah Pemuda 1928 dan Undang-Undang Dasar 1945 memberikan dasar yang kuat bagi pemakaian bahasa Indonesia.
Mengacu pada kedudukan bahasa yang tertuang dalam Sumpah Pemuda 1928, bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa nasional. Melalui fungsi inilah, bahasa Indonesia menjelma sebagai (1) identitas nasional, (2) lambang kebanggaan nasional, (3) bahasa pemersatu seluruh bangsa Indonesia, dan (4) sarana untuk untuk memelihara, menumbuhkan, mengembangkan, dan melestarikan kebudayaan nasional (dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia).
Lebih lanjut, dijelaskan bahwa selain dalam peristiwa Sumpah Pemuda, kedudukan bahasa Indonesia diperkokoh dengan UUD 1945 sebagai bahasa resmi negara. Fungsi sebagai bahasa resmi negara meliputi (1) sebagai bahasa penyelenggaraan pemerintahan dan administrasi negara, (2) sebagai bahasa komunikasi bagi seluruh warga negara Indonesia, (3) sebagai bahasa pengantar untuk pendidikan dan pengajaran, dan (4) sebagai bahasa pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Melalui Undang-Undang 1945 bahasa Indonesia memiliki fungsi politik bahasa nasional. Fungsi politik ini dapat digunakan sebagai perencanaan serta pengembangan bahasa nasional, meliputi a) fungsi dan kedudukan bahasa nasional dibandingkan dengan bahasa-bahasa lain, b) penentuan ciri-ciri bahasa Indonesia baku, c) tata cara pembakuan dan pengembangan bahasa nasional, d) pengembangan pengajaran bahasa nasional pada semua jenis dan tingkah lembaga pendidikan, mulai dari tingkat sekolah dasar sampai tingkat perguruan tinggi (KBBI).
Melalui fungsi politik di atas, bahasa Indonesia diharapkan menjadi alat komunikasi antardaerah, antarbudaya, antargeografi dalam kesatuan wilayah NKRI. Oleh karena itu, sangat diperlukan pembakuan bahasa Indonesia yang berfungsi sebagai alat pemersatu, berkarakteristik tertentu, berwibawa, dan sebagai acuan bersama. Fungsi pembakuan ini penting untuk mengawal pembakuan bahasa Indonesia dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang secara tidak langsung memengaruhi perkembangan bahasa Indonesia. Pertambahan kosakata baru muncul dari pengaruh bahasa asing negara maju. Warga negara Indonesia diharapkan tidak bergantung sepenuhnya pada bahasa-bahasa asing. Oleh karena itu, siapa lagi yang akan menjaga bahasa Indonesia kalau bukan warga negara Indonesia sendiri.
Keanekaragaman penduduk Indonesia dengan berbagai bahasa, daerah, dan budaya menumbuhkan banyak varian pemakaian bahasa. Varian bahasa yang berbeda-beda menurut pemakai yang berasal dari daerah tertentu/kelompok sosial/waktu kurun tertentu disebut dialek.
Berdasarkan pengertian dialek diatas, ragam bahasa ditinjau dari kelompok penuturannya dapat dibedakan menjadi 4 (empat), yaitu a) dialek regional, ragam bahasa yang digunakan di daerah tertentu sehingga membedakan dengan ragam bahasa yang dipakai di daerah lain, misalnya bahasa Melayu dialek Ambon, dialek Jakarta (Betawi), atau bahasa Melayu dialek Medan, b) dialek sosial, yaitu dialek yang digunakan oleh kelompok masyarakat tertentu atau yang menandai tingkat masyarakat tertentu, misalnya dialek wanita dan dialek remaja, c) dialek temporal, yaitu dialek yang digunakan pada kurun waktu tertentu, misalkan contohnya dialek Melayu zaman Sriwijaya dan dialek Melayu zaman Abdullah, d) idiolek, yaitu keseluruhan ciri bahasa seseorang.
Meskipun bahasa yang dipakai bahasa Indonesia, tentu tiap individu memiliki dikotomi Noam Chomsky, yaitu kompetensi dan performansi yang berbeda. Kompetensi kebahasaan tiap individu berbeda. Karena perbedaan kompetensi ini tiap individu tentu memiliki performansi tata bahasa yang berbeda. Hal ini juga berlaku pada pembentukan artikulator tiap indvidu yang memengaruhi pelafalan dalam berbicara. Begitu juga dengan jumlah perbendaharaan kata tiap individu yang sangat berpengaruh terhadap pemilihan kata (diksi) baik dalam menulis maupun berbicara.
Ditinjau dari media penyampaiannya, ragam bahasa dapat dikotomikan menjadi dua, yaitu ragam lisan dan ragam tulis. Ragam lisan meliputi ragam percakapan, ragam pidato, ragam kuliah, dan ragam panggung, sedangkan ragam tulis meliputi ragam teknis, ragam undang-undang, ragam catatan, dan ragam surat-menyurat.
Widyartono (2008) menyatakan bahwa ditinjau dari penggunaannya, ragam bahasa dapat dipilah menjadi empat, yaitu (1) ragam beku digunakan dalam khutbah Jum’at, naskah kesejarahan misalnya misalnya teks Proklamasi, Piagam Jakarta, Sumpah Pemuda, Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dll. (2) ragam formal digunakan dalam situasi formal, misalnya pidato kenegaraan, pidato kepala pemerintahan, sambutan resmi, dll., (3) ragam semiformal digunakan dalam situasi yang semiformal. Situasi ini misalkan dapat ditemukan dalam pengajaran yang menuntut aksi-reaksi dosen/guru dengan mahasiswa/siswa. Dalam situasi pengajaran seorang dosen/guru kurang tepat jika menggunakan ragam bahasa baku, dan (4) ragam santai digunakan antarteman/saudara dalam situasi yang santai, akrab, hangat, antarteman, sesama anggota keluarga, bukan dalam situasi yang formal.
Menurut Imam Syafi’i (2009) bahwa ragam bahasa dapat dibedakan menjadi lima, yaitu ragam beku, ragam baku, ragam formal, ragam kasual, ragam sehari-hari. Masyarakat dalam menggunakan bahasa dilandasi oleh kepentingan. Kepentingan ini dilakukan untuk memperoleh kekuasaan melalui politik dalam menggunakan bahasa. Bahasan ini akan dibahas lebih detil dalam bab bahasa dan politik.
Telaah Kritis
Shan Wareing dalam buku Bahasa, Masyarakat, dan Kekuasaan ini tidak melakukan kajian terhadap hakikat bahasa secara utuh. Kajian yang dilakukan hanya melihat bahasa sebagai sistem. Walaupun fokus kajian hanya mengkorelasikan bahasa, masyarakat, dan kekuasaan tetap dipandang perlu untuk menghadirkan karakter-karakter yang lain.
Fungsi bahasa hanya dijelaskan secara umum. Untuk mengetahui peranan bahasa dipandang perlu untuk menjelaskan fungsi-fungsi bahasa. Melalui fungsi-fungsi ini dapat diperoleh gambaran tentang peranan bahasa. Sebagai pengantar, fokus kajian hanya berdasarkan fungsi referensi yang mengacu pada sesuatu dan fungsi afektif yang mengacu pada siapa yang berhak mengatakan apa, di mana. Hal ini erat kaitannya dengan kekuasaan dan status sosial. Fokus kajian ini tidak berdampak negatif karena kajian yang akandilakukan lebih fokus terkait hubungan bahasa dan peranannya di masyarakat.
Daftar Rujukan
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Munif. 2008. Bahasa: Pengertian, Karakteristik, dan Fungsinya. (Slide Presentasi).
Syafi’I Imam. 2009. Problematika Pembelajaran Bahasa Indonesia. Ceramah Perkuliahan Magister Pendidikan Bahasa Indonesia. Malang: PPS UM
Tim Penyusun dari Depdiknas. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Thomas, Linda dan Shan Wareing. Ibrahim, Abdul Syukur (ed). 1999. Bahasa, Masyarakat, dan Kekuasaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Widyartono, Didin. 2008. Bahasa Indonesia untuk Penulisan Karya Ilmiah. Handout. Malang: Indus Nesus Private
1 Komentar »
MAJAS
Posted in bahasa on 8 September 2008 by endonesa
Majas adalah cara menampilkan diri dalam bahasa. Menurut Prof. Dr. H. G. Tarigan bahwa majas adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis. Unsur kebahasaan antara lain: pilihan kata, frase, klausa, dan kalimat. Menurut Goris Keraf, sebuah majas dikatakan baik bila mengandung tiga dasar, yaitu: kejujuran, sopan santun, dan menarik.
Gaya bahasa dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu:
1.Gaya bahasa perulangan
2.Gaya bahasa perbandingan
3.Gaya bahasa pertentangan
4.Gaya bahasa pertautan

1.Gaya Bahasa Perulangan
A Aliterasi
Aliterasi ialah sejenis gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan pada suatu kata atau beberapa kata, biasanya terjadi pada puisi.
Contoh: Kau keraskan kalbunya
Bagai batu membesi benar
Timbul telangkai bertongkat urat
Ditunjang pengacara petah pasih
B.Asonansi
Asonansi ialah sejenis gaya bahasa refetisi yang berjudul perulangan vokal, pada suatu kata atau beberapa kata. Biasanya dipergunakan dalam puisi untuk mendapatkan efek penekanan.
Contoh: Segala ada menekan dada
Mati api di dalam hati
Harum sekuntum bunga rahasia
Dengan hitam kelam
C.Antanaklasis
Antanaklasis ialah sejenis gaya bahasa yang mengandung perulangan kata dengan makna berbeda.
Contoh: Karena buah penanya itu menjadi buah bibir orang.
D.Kiasmus
Kiasmus ialah gaya bahasa yang berisikan perulangan dan sekaligus merupakan inversi atau pembalikan susunan antara dua kata dalam satu kalimat.
Contoh: Ia menyalahkan yang benar dan membenarkan yang salah.
E.Epizeukis
Epizeukis ialah gaya bahasa perulangan yang bersifat langsung. Maksudnya kata yang dipentingkan diulang beberapa kali berturut-turut.
Contoh: Ingat kami harus bertobat, bertobat, sekali lagi bertobat.
F. Tautotes
Tautotes ialah gaya bahasa perulangan yang berupa pengulangan sebuah kata berkali-kali dalam sebuah konstruksi.
Contoh: Aku adalah kau, kau adalah aku, kau dan aku sama saja.
G.Anafora
Anafora ialah gaya bahasa repetisi yang merupakan perulangan kata pertama pada setiap baris atau kalimat.
Contoh:Kucari kau dalam toko-toko.
Kucari kau karena cemas karena sayang.
Kucari kau karena sayang karena bimbang.
Kucari kau karena kaya mesti diganyang.
H.Epistrofa (efifora)
Epistrofa ialah gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata pada akhir baris atau kalimat berurutan.
Contoh: Ibumu sedang memasak di dapur ketika kau tidur.
Aku mencercah daging ketika kau tidur.
I.Simploke
Simploke ialah gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan awal dan akhir beberapa baris (kalimat secara berturut-turut).
Contoh:Ada selusin gelas ditumpuk ke atas. Tak pecah.
Ada selusin piring ditumpuk ke atas. Tak pecah.
Ada selusin barang lain ditumpuk ke atas. Tak pecah.
J.Mesodiplosis
Mesodiplosis ialah gaya bahasa repetisi yang berupa pengulangan kata atau frase di tengah-tengah baris atau kalimat secara berturut-turut.
Contoh:Pendidik harus meningkatkan kecerdasan bangsa.
Para dokter harus meningkatkan kesehatan masyarakat.
K.Epanalepsis
Epanalepsis ialah gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata pertama pada akhir baris, klausa, atau kalimat.
Contoh: Saya akan berusaha meraih cita-cita saya.
L.Anadiplosis
Anadiplosis ialah gaya bahasa repetisi yang kata atau frase terakhir dari suatu kalimat atau klausa menjadi kata atau frase pertama pada klausa atau kalimat berikutnya.
Contoh:Dalam raga ada darah
Dalam darah ada tenaga
Dalam tenaga ada daya
Dalam daya ada segalanya

2.Gaya Bahasa Perbandingan
a.Perumpamaan
Perumpamaan ialah padanan kata atau simile yang berarti seperti. Secara eksplisit jenis gaya bahasa ini ditandai oleh pemakaian kata: seperti, sebagai, ibarat, umpama, bak, laksana, serupa.
Contoh: Seperti air dengan minyak.
b.Metafora
Metafora ialah gaya bahasa yang membandingkan dua hal secara implisit.
Contoh: Aku adalah angin yang kembara.
c.Personifikasi
Personifikasi ialah gaya bahasa yang melekatkan sifat-sifat insani pada barang atau benda yang tidak bernyawa ataupun pada ide yang abstrak.
Contoh: Bunga ros menjaga dirinya dengan duri.
d.Depersonifikasi
Depersonifikasi ialah gaya bahasa yang melekatkan sifat-sifat suatu benda tak bernyawa pada manusia atau insan. Biasanya memanfaatkan kata-kata: kalau, sekiranya, jikalau, misalkan, bila, seandainya, seumpama.
Contoh: Kalau engkau jadi bunga, aku jadi tangkainya.
e.Alegori
Alegori ialah gaya bahasa yang menggunakan lambang-lambang yang termasuk dalam alegon antara lain:
Fabel, contoh: Kancil dan Buaya
Parabel, contoh: Cerita Adam dan Hawa
f.Antitesis
Antitesis ialah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan.
Contoh: Dia gembira atas kegagalanku dalam ujian.
g.Pleonasme dan Tautologi
Pleonasme adalah penggunaan kata yang mubazir yang sebesarnya tidak perlu. Contoh: Capek mulut saya berbicara.
Tautologi adalah gaya bahasa yang menggunakan kata atau frase yang searti dengan kata yang telah disebutkan terdahulu. Contoh: Apa maksud dan tujuannya datang ke mari?
h.Perifrasis
Perifrasis ialah gaya bahasa yang dalam pernyataannya sengaja menggunakan frase yang sebenarnya dapat diganti dengan sebuah kata saja.
Contoh: Wita telah menyelesaikan sekolahnya tahun 1988 (lulus).
i.Antisipasi (prolepsis)
Antisipasi ialah gaya bahasa yang dalam pernyataannya menggunakan frase pendahuluan yang isinya sebenarnya masih akan dikerjakan atau akan terjadi.
Contoh: Aku melonjak kegirangan karena aku mendapatkan piala kemenangan.
j.Koreksio (epanortosis)
Koreksio ialah gaya bahasa yang dalam pernyataannya mula-mula ingin menegaskan sesuatu. Namun, kemudian memeriksa dan memperbaiki yang mana yang salah.
Contoh: Silakan Riki maju, bukan, maksud saya Rini!

3.Gaya Bahasa Pertentangan
a.Hiperbola
Hiperbola ialah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan baik jumlah, ukuran, ataupun sifatnya dengan tujuan untuk menekan, memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya.
Contoh: Pemikiran-pemikirannya tersebar ke seluruh dunia.
b.Litotes
Litotes ialah majas yang berupa pernyataan yang bersifat mengecilkan kenyataan yang sebenarnya.
Contoh: Apa yang kami berikan ini memang tak berarti buatmu.
c.Ironi
Ironi ialah gaya bahasa yang berupa pernyataan yang isinya bertentangan dengan kenyataan yang sebenarnya.
Contoh: Bagus benar rapormu Bar, banyak merahnya.
d.Oksimoron
Oksimoron ialah gaya bahasa yang berupa pernyataan yang di dalamnya mengandung pertentangan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan dalam frase atau dalam kalimat yang sama.
Contoh: Olahraga mendaki gunung memang menarik walupun sangat membahayakan.
e.Paronomosia
Paronomasia ialah gaya bahasa yang berupa pernyataan yang berisi penjajaran kata-kata yang sama bunyinya, tetapi berlainan maknanya.
Contoh: Bisa ular itu bisa masuk ke sel-sel darah.
f.Zeugma dan Silepsis
Zeugma ialah gaya bahasa yang menggunakan dua konstruksi rapatan dengan cara menghubungkan sebuah kata dengan dua atau lebih kata lain. Dalam zeugma kata yang dipakai untuk membawahkan kedua kata berikutnya sebenarnya hanya cocok untuk salah satu dari padanya.
Contoh: Kami sudah mendengar berita itu dari radio dan surat kabar.
Dalam silepsis kata yang dipergunakannya itu secara gramatikal benar, tetapi kata tadi diterapkan pada kata lain yang sebenarnya mempunyai makna lain.
Contoh: Ia sudah kehilangan topi dan semangatnya.
g.Satire
Satire ialah gaya bahasa sejenis argumen atau puisi atau karangan yang berisi kritik sosial baik secara terang-terangan maupun terselubung.
Contoh:Jemu aku dengan bicaramu.
Kemakmuran, keadilan, kebahagiaan
Sudah sepuluh tahun engkau bicara
Aku masih tak punya celana
Budak kurus pengangkut sampah
h.Inuendo
Inuendo ialah gaya bahasa yang berupa sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya.
Contoh: Dia memang baik, cuma agak kurang jujur.
i.Antifrasis
Antifrasis ialah gaya bahasa yang berupa pernyataan yang menggunakan sebuah kata dengan makna kebalikannya. Berbeda dengan ironi, yang berupa rangkaian kata yang mengungkapkan sindiran dengan menyatakan kebalikan dari kenyataan, sedangkan pada antifrasis hanya sebuah kata saja yang menyatakan kebalikan itu.
Contoh Antifrasis: Lihatlah sang raksasa telah tiba (maksudnya si cebol).
Contoh ironi: Kami tahu bahwa kau memang orang yang jujur sehingga tak ada satu orang pun yang percaya padamu.
j.Paradoks
Paradoks ialah gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada.
Contoh: Teman akrab adakalanya merupakan musuh sejati.
k.Klimaks
Klimaks ialah gaya bahasa yang berupa susunan ungkapan yang makin lama makin mengandung penekanan atau makin meningkat kepentingannya dari gagasan atau ungkapan sebelumnya.
Contoh: Hidup kita diharapkan berguna bagi saudara, orang tua, nusa bangsa dan negara.
l. Anti klimaks
Antiklimaks ialah suatu pernyataan yang berisi gagasan-gagasan yang disusun dengan urutan dari yang penting hingga yang kurang penting.
Contoh: Bahasa Indonesia diajarkan kepada mahasiswa, siswa SLTA, SLTP, dan SD.
m. Apostrof
Apostrof ialah gaya bahasa yang berupa pengalihan amanat dari yang hadir kepada yang tidak hadir.
Contoh: Wahai dewa yang agung, datanglah dan lepaskan kami dari cengkraman durjana.
n. Anastrof atau inversi
Anastrof ialah gaya bahasa retoris yang diperoleh dengan membalikkan susunan kata dalam kalimat atau mengubah urutan unsur-unsur konstruksi sintaksis.
Contoh: Diceraikannya istrinya tanpa setahu saudara-saudaranya.
o. Apofasis
Apofasis ialah gaya bahasa yang berupa pernyataan yang tampaknya menolak sesuatu, tetapi sebenarnya justru menegaskannya.
Contoh : Sebenarnya saya tidak sampai hati mengatakan bahwa anakmu kurang ajar.
p. Histeron Proteran
Histeron Proteran ialah gaya bahasa yang isinya merupakan kebalikan dari suatu yang logis atau kebalikan dari sesuatu yang wajar.
Contoh : Jika kau memenangkan pertandingan itu berarti kematian akan kau alami.
q. Hipalase
Hipalase ialah gaya bahasa yang berupa sebuah pernyataan yang menggunakan kata untuk menerangkan suatu kata yang seharusnya lebih tepat dikarenakan kata yang lain.
Contoh: Ia duduk pada bangku yang gelisah.
r. Sinisme
Sinisme ialah gaya bahasa yang merupakan sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan atau ketulusan hati.
Contoh: Anda benar-benar hebat sehingga pasir di gurun sahara pun dapat Anda hitung.
s. Sarkasme
Sarkasme ialah gaya bahasa yang mengandung sindiran atau olok-olok yang pedas atau kasar.
Contoh: Kau memang benar-benar bajingan.
4. Gaya Bahasa Pertautan
a. Metonimia
Metonimia ialah gaya bahasa yang menggunakan nama barang, orang, hal, atau ciri sebagai pengganti barang itu sendiri.
Contoh: Parker jauh lebih mahal daripada pilot.
b. Sinekdoke
Sinekdoke ialah gaya bahasa yang menyebutkan nama sebagian sebagai nama pengganti barang sendiri.
Contoh Sinekdoke pars pro toto: Lima ekor kambing telah dipotong pada acara itu.
Contoh Sinekdoke totem pro parte: Dalam pertandingan itu Indonesia menang satu lawan Malaysia.
c. Alusio
Alusia ialah gaya bahasa yang menunjuk secara tidak langsung ke suatu pristiwa atau tokoh yang telah umum dikenal/ diketahui orang.
Contoh: Apakah peristiwa Madiun akan terjadi lagi di sini?
d. Eufimisme
Eufimisme ialah ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dirasa lebih kasar yang dianggap
merugikan atau yang tidak menyenangkan.
Contoh: Tunasusila sebagai pengganti pelacur.
e. Eponim
Eponim ialah gaya bahasa yang menyebut nama seseorang yang begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu
sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu.
Contoh: Dengan latihan yang sungguh saya yakin Anda akan menjadi Mike Tyson.
f. Antonomasia
Antonomasia ialah gaya bahasa yang berupa pernyataan yang menggunakan gelar resmi atau jabatan sebagai
pengganti nama diri.
Contoh: Kepala sekolah mengundang para orang tua murid.
g. Epitet
Epitet ialah gaya bahasa yang berupa keterangan yang menyatakan sesuatu sifat atau ciri yang khas dari
seseorang atau suatu hal.
Contoh: Putri malam menyambut kedatangan remaja yang sedang mabuk asmara.
h. Erotesis
Erotesis ialah gaya bahasa yang berupa pertanyaan yang tidak menuntut jawaban sama sekali.
Contoh: Tegakah membiarkan anak-anak dalam kesengsaraan?
i. Paralelisme
Paralelisme ialah gaya bahasa yang berusaha menyejajarkan pemakaian kata-kata atau frase-frase yang
menduduki fungsi yang sama dan memiliki bentuk gramatikal yang sama.
Contoh: + Bukan saja perbuatan itu harus dikutuk, tetapi juga harus diberantas.
- Bukan saja perbuatan itu harus dikutuk, tetapi juga harus memberantasnya (Ini contoh yang tidak baik).
j.Elipsis
Elipsis ialah gaya bahasa yang di dalamnya terdapat penanggalan atau penghilangan salah satu atau beberapa
unsur penting dari suatu konstruksi sintaksis.
Contoh: Mereka ke Jakarta minggu lalu (perhitungan prediksi).
Pulangnya membawa oleh-oleh banyak sekali (Penghilangan subyek).
Saya sekarang sudah mengerti ( Penghilangan obyek).
Saya akan berangkat (penghilangan unsur Keterangan).
Mari makan!(penghilangan subyek dan obyek).
k. Gradasi
Gradasi ialah gaya bahasa yang mengandung beberapa kata (sedikitnya tiga kata) yang diulang dalam konstruksi itu.
Contoh: Kita harus membangun, membangun jasmani dan rohani, rohani yang kuat dan tangguh, dengan ketangguhan itu kita maju.
l. Asindeton
Asindenton ialah gaya bahasa yang berupa sebuah kalimat atau suatu konstruksi yang mengandung kata-kata yang sejajar, tetapi tidak dihubungkan dengan kata-kata penghubung.
Contoh: Ayah, ibu, anak merupakan inti dari sebuah keluarga.
m. Polisindeton
Polisindenton ialah gaya bahasa yang berupa sebuah kalimat atau sebuah konstruksi yang mengandung kata-kata yang sejajar dan dihubungkan dengan kata-kata penghubung.
Contoh: Pembangunan memerlukan sarana dan prasarana juga dana serta kemampuan pelaksana.
42 Komentar »
TATA MAKNA
Posted in bahasa on 8 September 2008 by endonesa

A. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Makna leksikal ialah makna kata secara lepas, tanpa kaitan dengan kata yang lainnya dalam sebuah struktur (frase klausa atau kalimat).
Contoh:
rumah : bangunan untuk tempat tinggal manusia
makan : mengunyah dan menelan sesuatu
makanan : segala sesuatu yang boleh dimakan
Makna leksikal kata-kata tersebut dimuat dalam kamus. Makna gramatikal (struktur) ialah makna baru yang timbul akibat terjadinya proses gramatikal (pengimbuhan, pengulangan, pemajemukan).
Contoh:
berumah : mempunyai rumah
rumah-rumah : banyak rumah
rumah makan : rumah tempat makan
rumah ayah : rumah milik ayah

B. Makna Denotasi dan Konotasi
Makna denotatif (referensial) ialah makna yang menunjukkan langsung pada acuan atau makna dasarnya.
Contoh:
merah : warna seperti warna darah.
ular : binatang menjalar, tidak berkaki, kulitnya bersisik.
Makna konotatif (evaluasi) ialah makna tambahan terhadap makna dasarnya yang berupa nilai rasa atau gambar tertentu.
Contoh:
Makna dasar Makna tambahan
(denotasi) (konotasi)
merah : warna …………………………………………………………. berani; dilarang
ular : binatang ………………………………………………………. menakutkan/ berbahaya
Makna dasar beberapa kata misalnya: buruh, pekerjaan, pegawai, dan karyawan, memang sama, yaitu orang yang bekerja, tetapi nilai rasanya berbeda. Kata buruh dan pekerja bernilai rasa rendah/ kasar, sedangkan pegawai dan karyawan bernilai rasa tinggi.
Konotasi dapat dibedakan atas dua macam, yaitu konotasi positif dan konotasi negatif.
Contoh:
Konotasi positif Konotasi negatif
suami istri laki bini
tunanetra buta
pria laki-laki
Kata-kata yang bermakna denotatif tepat digunakan dalam karya ilmiah, sedangkan kata-kata yang bermakna konotatif wajar digunakan dalam karya sastra.

C. Hubungan Makna
1. Sinonim
Sinonim ialah dua kata atau lebih yang memiliki makna yang sama atau hampir sama.
Contoh:
a. yang sama maknanya
sudah - telah
sebab - karena
amat - sangat
b. yang hampir sama maknanya
untuk – bagi – buat – guna
cinta – kasih – sayang
melihat – mengerling – menatap – menengok
2. Antonim
Antonim ialah kata-kata yang berlawanan maknanya/ oposisi.
Contoh:
besar >< kecil ibu >< bapak bertanya >< menjawab
3. Homonim
Homonim ialah dua kata atau lebih yang ejaannya sama, lafalnya sama, tetapi maknanya berbeda.
Contoh:
bisa I : racun
bisa II : dapat
kopi I : minuman
kopi II : salinan
4. Homograf
Homograf adalah dua kata atau lebih yang tulisannya sama, ucapannya berbeda, dan maknanya berbeda.
Contoh:
tahu : makanan
tahu : paham
teras : inti kayu
teras : bagian rumah
5. Homofon
Homofon ialah dua kata atau lebih yang tulisannya berbeda, ucapannya sama, dan maknanya berbeda.
Contoh:
bang dengan bank
masa dengan massa
6. Polisemi
Polisemi ialah suatu kata yang memilki makna banyak.
Contoh:
a. Didik jatuh dari sepeda.
b. Harga tembakau jatuh.
c. Peringatan HUT RI ke-55 jatuh hari Minggu.
d. Setiba di rumah dia jatuh sakit.
e. Dia jatuh dalam ujiannya.
7. Hiponim
Hiponim ialah kata-kata yang tingkatnya ada di bawah kata yang menjadi superordinatnya/ hipernim (kelas atas).
Contoh: Kata bunga merupakan superordinat, sedangkan mawar, melati, anggrek, flamboyan, dan sebagainya merupakan hiponimnya. Hubungan mawar, melati, anggrek, dan flamboyan disebut kohiponim.

D. Makna Idiomatis
Idiom ialah ungkapan bahasa berupa gabungan kata (frase) yang maknanya sudah menyatu dan tidak dapat ditafsirkan dengan unsur makna yang membentuknya.
Contoh:
(1) selaras dengan (2) membanting tulang
insaf akan bertekuk lutut
berbicara tentang mengadu domba
Pada contoh (1) terlihat bahwa kata tugas dengan, akan, tentang, dengan kata-kata yang digabungkannya merupakan ungkapan tetap. Jadi, tidak tepat jika diubah atau digantikan, misalnya menjadi:
selaras tentang
insaf dengan
berbicara akan
Demikian pula contoh (2), idiom-idiom tersebut tidak dapat diubah misalnya menjadi:
membanting kulit
bertekuk paha
mengadu kambing

E. Perubahan Makna
1. Perluasan Makna (generalisasi)
Perluasan makna ialah perubahan makna dari yang lebih khusus atau sempit ke yang lebih umum atau luas. Cakupan makna baru tersebut lebih luas daripada makna lama.
Contoh:
Makna lama Makna baru
Bapak: orang tua laki-laki …………………………….. semua orang laki-laki yang lebih tua atau berkedudukan lebih tinggi.
Saudara: anak yang sekandung …………………….. semua orang yang sama umur/ derajat.

2. Penyempitan Makna (Spesialisasi)
Penyempitan makna ialah perubahan makna dari yang lebih umum/ luas ke yang lebih khusus/ sempit. Cakupan baru/ sekarang lebih sempit daripada makna lama (semula).
Contoh:
Makan lama: Makna baru:
Sarjana : cendikiawan ………………. lulusan perguruan tinggi
Pendeta : orang yang berilmu ……….. guru Kristen
Madrasah : sekolah …………….. sekolah agama Islam
3. Peninggian Makna (ameliorasi)
Peninggian makna ialah perubahan makna yang mengakibatkan makna yang baru dirasakan lebih tingg/ hormat/ halus/ baik nilainya daripada makna lama.
Contoh:
Makna lama: Makna baru:
Bung : panggilan kepada orang laki-laki ……… panggilan kepada pemimpin
Putra : anak laki-laki …………………. lebih tinggi daripada anak
4. Penurunan Makna (Peyorasi)
Penurunan makna ialah perubahan makna yang mengakibatkan makna baru dirasakan lebih rendah/ kurang baik/ kurang menyenangkan nilainya daripada makna lama.
Contoh:
Makna Lama: Makna Baru:
Bini: perempuan yang sudah dinikahi ………………….. lebih rendah daripada istri/ nyonya
Bunting: mengandung …………………… lebih rendah dari kata hamil
5. Persamaan (asosiasi)
Asosiasi ialah perubahan makna yang terjadi akibat persamaan sifat antara makna lama dan makna baru.
Contoh:
Makna Lama: Makna Baru:
Amplop : sampul surat …………………………………………. Uang sogok
Bunga : kembang …………………………………………. gadis cantik
Mencatut: mencabut dengan catut …………………………….. menarik keuntungan
6. Pertukaran (sinestesia)
Sinestesia ialah perubahan makna akibat pertukaran tanggapan dua indera yang berbeda dari indera penglihatan ke indera pendengar, dari indera perasa ke indera pendengar, dan sebagainya.
Contoh:
suaranya terang sekali (pendengaran penglihatan)
rupanya manis (penglihat perasa)
namanya harum (pendengar pencium)

F. Kata Umum dan Kata Khusus
Kata umum ialah kata yang luas ruang lingkupnya dan dapat mencakup banyak hal, sedangkan kata khusus ialah kata yang sempit/ terbatas ruang lingkupnya.
Contoh:
Umum : Darta menggendong adiknya sambil membawa buku dan sepatu.
Khusus : Darta menggendong adiknya sambil mengapit buku dan sepatu.
Umum : Bel berbunyi panjang tanda pelajaran habis.
Khusus : Bel berdering panjang tanda pelajaran habis.
6 Komentar »
TATA KALIMAT
Posted in bahasa on 8 September 2008 by endonesa

A. Frase
Frase adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi. Misalnya: akan datang, kemarin pagi, yang sedang menulis.
Dari batasan di atas dapatlah dikemukakan bahwa frase mempunyai dua sifat, yaitu
a. Frase merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih.
b. Frase merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa, maksudnya prase itu selalu terdapat dalam satu fungsi unsur klausa yaitu: S, P, O, atau K.
Macam-macam frase:
A. Frase endosentrik
Frase endosentrik adalah frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya. Frase endosentrik dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu:
1. Frase endosentrik yang koordinatif, yaitu: frase yang terdiri dari unsur-unsur yang setara, ini dibuktikan oleh kemungkinan unsur-unsur itu dihubungkan dengan kata penghubung.
Misalnya: kakek-nenek pembinaan dan pengembangan
laki bini belajar atau bekerja
2. Frase endosentrik yang atributif, yaitu frase yang terdiri dari unsur-unsur yang tidak setara. Karena itu, unsur-unsurnya tidak mungkin dihubungkan.
Misalnya: perjalanan panjang
hari libur
Perjalanan, hari merupakan unsur pusat, yaitu: unsur yang secara distribusional sama dengan seluruh frase dan secara semantik merupakan unsur terpenting, sedangkan unsur lainnya merupakan atributif.
3. Frase endosentrik yang apositif: frase yang atributnya berupa aposisi/ keterangan tambahan.
Misalnya: Susi, anak Pak Saleh, sangat pandai.
Dalam frase Susi, anak Pak Saleh secara sematik unsur yang satu, dalam hal ini unsur anak Pak Saleh, sama dengan unsur lainnya, yaitu Susi. Karena, unsur anak Pak Saleh dapat menggantikan unsur Susi. Perhatikan jajaran berikut:
Susi, anak Pak Saleh, sangat pandai
Susi, …., sangat pandai.
…., anak Pak Saleh sangat pandai.
Unsur Susi merupakan unsur pusat, sedangkan unsur anak Pak Saleh merupakan aposisi (Ap).
B. Frase Eksosentrik
Frase eksosentrik ialah frase yang tidak mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya.
Misalnya:
Siswa kelas 1A sedang bergotong royong di dalam kelas.
Frase di dalam kelas tidak mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya. Ketidaksamaan itu dapat dilihat dari jajaran berikut:
Siswa kelas 1A sedang bergotong royong di ….
Siswa kelas 1A sedang bergotong royong …. kelas
C. Frase Nominal, frase Verbal, frase Bilangan, frase Keterangan.
1. Frase Nominal: frase yang memiliki distributif yang sama dengan kata nominal.
Misalnya: baju baru, rumah sakit
2. Frase Verbal: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan golongan kata verbal.
Misalnya: akan berlayar
3. Frase Bilangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata bilangan.
Misalnya: dua butir telur, sepuluh keping
4. Frase Keterangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata keterangan.
Misalnya: tadi pagi, besok sore
5. Frase Depan: frase yang terdiri dari kata depan sebagai penanda, diikuti oleh kata atau frase sebagai aksinnya.
Misalnya: di halaman sekolah, dari desa
D. Frase Ambigu
Frase ambigu artinya kegandaan makna yang menimbulkan keraguan atau mengaburkan maksud kalimat. Makna ganda seperti itu disebut ambigu.
Misalnya: Perusahaan pakaian milik perancang busana wanita terkenal, tempat mamaku bekerja, berbaik hati mau melunaskan semua tunggakan sekolahku.
Frase perancang busana wanita dapat menimbulkan pengertian ganda:
1. Perancang busana yang berjenis kelamin wanita.
2. Perancang yang menciptakan model busana untuk wanita.


B. Klausa
Klausa adalah satuan gramatika yang terdiri dari subjek (S) dan predikat (P) baik disertai objek (O), dan keterangan (K), serta memilki potensi untuk menjadi kalimat. Misalnya: banyak orang mengatakan.
Unsur inti klausa ialah subjek (S) dan predikat (P).
Penggolongan klausa:
1. Berdasarkan unsur intinya
2. Berdasarkan ada tidaknya kata negatif yang secara gramatik menegatifkan predikat
3. Berdasarkan kategori kata atau frase yang menduduki fungsi predikat

C. Kalimat
a. Pengertian
Kalimat adalah satuan bahasa yang terdiri dari dua kata atau lebih yang mengandung pikiran yang lengkap dan punya pola intonasi akhir.
Contoh: Ayah membaca koran di teras belakang.
b. Pola-pola kalimat
Sebuah kalimat luas dapat dipulangkan pada pola-pola dasar yang dianggap menjadi dasar pembentukan kalimat luas itu.
•Pola kalimat I = kata benda-kata kerja
Contoh: Adik menangis. Anjing dipukul.
Pola kalimat I disebut kalimat ”verbal”
•Pola kalimat II = kata benda-kata sifat
Contoh: Anak malas. Gunung tinggi.
Pola kalimat II disebut pola kalimat ”atributif”
•Pola kalimat III = kata benda-kata benda
Contoh: Bapak pengarang. Paman Guru
Pola pikir kalimat III disebut kalimat nominal atau kalimat ekuasional. Kalimat ini mengandung kata kerja bantu, seperti: adalah, menjadi, merupakan.
•Pola kalimat IV (pola tambahan) = kata benda-adverbial
Contoh: Ibu ke pasar. Ayah dari kantor.
Pola kalimat IV disebut kalimat adverbial

D. Jenis Kalimat
1. Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri atas dua unsur inti pembentukan kalimat (subjek dan predikat) dan boleh diperluas dengan salah satu atau lebih unsur-unsur tambahan (objek dan keterangan), asalkan unsur-unsur tambahan itu tidak membentuk pola kalimat baru.

Kalimat Tunggal Susunan Pola Kalimat
Ayah merokok.
Adik minum susu.
Ibu menyimpan uang di dalam laci. S-P
S-P-O
S-P-O-K

2. Kalimat Majemuk
Kalimat majemuk adalah kalimat-kalimat yang mengandung dua pola kalimat atau lebih. Kalimat majemuk dapat terjadi dari:
a. Sebuah kalimat tunggal yang bagian-bagiannya diperluas sedemikian rupa sehingga perluasan itu membentuk satu atau lebih pola kalimat baru, di samping pola yang sudah ada.
Misalnya: Anak itu membaca puisi. (kalimat tunggal)
Anak yang menyapu di perpustakaan itu sedang membaca puisi.
(subjek pada kalimat pertama diperluas)
b. Penggabungan dari dua atau lebih kalimat tunggal sehingga kalimat yang baru mengandung dua atau lebih pola kalimat.
Misalnya: Susi menulis surat (kalimat tunggal I)
Bapak membaca koran (kalimat tunggal II)
Susi menulis surat dan Bapak membaca koran.
Berdasarkan sifat hubungannya, kalimat majemuk dapat dibedakan atas kalimat majemuk setara, kalimat majemuk bertingkat, dan kalimat majemuk campuran.
1) Kalimat majemuk setara
Kalimat majemuk setara adalah kalimat majemuk yang hubungan antara pola-pola kalimatnya sederajat. Kalimat majemuk setara terdiri atas:
a. Kalimat majemuk setara menggabungkan. Biasanya menggunakan kata-kata tugas: dan, serta, lagipula, dan sebagainya.
Misalnya: Sisca anak yang baik lagi pula sangat pandai.
b. Kalimat majemuk serta memilih. Biasanya memakai kata tugas: atau, baik, maupun.
Misalnya: Bapak minum teh atau Bapak makan nasi.
c. Kalimat majemuk setara perlawanan. Biasanya memakai kata tugas: tetapi, melainkan.
Misalnya: Dia sangat rajin, tetapi adiknya sangat pemalas.

2) Kalimat majemuk bertingkat
Kalimat majemuk yang terdiri dari perluasan kalimat tunggal, bagian kalimat yang diperluas sehingga membentuk kalimat baru yang disebut anak kalimat. Sedangkan kalimat asal (bagian tetap) disebut induk kalimat. Ditinjau dari unsur kalimat yang mengalami perluasan dikenal adanya:
a. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat penggati subjek.
Misalnya: Diakuinya hal itu
P S
Diakuinya bahwa ia yang memukul anak itu.
anak kalimat pengganti subjek
b. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti predikat.
Misalnya: Katanya begitu
Katanya bahwa ia tidak sengaja menjatuhkan gelas itu.
anak kalimat pengganti predikat
c. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti objek.
Misalnya: Mereka sudah mengetahui hal itu.
S P O
Mereka sudah mengetahui bahwa saya yang mengambilnya.
anak kalimat pengganti objek
d. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti keterangan.
Misalnya: Ayah pulang malam hari
S P K
Ayah pulang ketika kami makan malam
anak kalimat pengganti keterangan
3) Kalimat majemuk campuran
Kalimat majemuk campuran adalah kalimat majemuk hasil perluasan atau hasil gabungan beberapa kalimat tunggal yang sekurang-kurangnya terdiri atas tiga pola kalimat.
Misalnya: Ketika ia duduk minum-minum, datang seorang pemuda berpakaian bagus, dan menggunakan kendaraan roda empat.
Ketika ia duduk minum-minum
pola atasan
datang seorang pemuda berpakaian bagus
pola bawahan I
datang menggunakan kendaraan roda empat
pola bawahan II

3. Kalimat Inti, Luas, dan Transformasi
a. Kalimat inti
Kalimat inti adalah kalimat mayor yang hanya terdiri atas dua kata dan sekaligus menjadi inti kalimat.
Ciri-ciri kalimat inti:
1) Hanya terdiri atas dua kata
2) Kedua kata itu sekaligus menjadi inti kalimat
3) Tata urutannya adalah subjek mendahului predikat
4) Intonasinya adalah intonasi ”berita yang netral”. Artinya: tidak boleh menyebabkan perubahan atau pergeseran makna laksikalnya..
b. Kalimat luas
Kalimat luas adalah kalimat inti yang sudah diperluas dengan kata-kata baru sehingga tidak hanya terdiri dari dua kata, tetapi lebih.
c. Kalimat transformasi
Kalimat transformasi merupakan kalimat inti yang sudah mengalami perubahan atas keempat syarat di atas yang berarti mencakup juga kalimat luas. Namun, kalimat transformasi belum tentu kalimat luas.
Contoh kalimat Inti, Luas, dan Transformasi
a. Kalimat Inti. Contoh: Adik menangis.
b. Kalimat Luas. Contoh: Radha, Arief, Shinta, Mamas, dan Mila sedang belajar dengan serius, sewaktu pelajaran matematika.
c. Kalimat transformasi. Contoh:
i) Dengan penambahan jumlah kata tanpa menambah jumlah inti, sekaligus juga adalah kalimat luas: Adik menangis tersedu-sedu kemarin pagi.
ii) Dengan penambahan jumlah inti sekaligus juga adalah kalimat luas: Adik menangis dan merengek kepada ayah untuk dibelikan komputer.
iii) Dengan perubahan kata urut kata. Contoh: Menangis adik.
iv) Dengan perubahan intonasi. Contoh: Adik menangis?
4. Kalimat Mayor dan Minor
a. Kalimat mayor
Kalimat mayor adalah kalimat yang sekurang-kurangnya mengandung dua unsur inti.
Contoh: Amir mengambil buku itu.
Arif ada di laboratorium.
Kiki pergi ke Bandung.
Ibu segera pergi ke rumah sakit menengok paman, tetapi ayah menunggu kami di rumah Rati karena kami masih berada di sekolah.
b. Kalimat Minor
Kalimat minor adalah kalimat yang hanya mengandung satu unsur inti atau unsur pusat.
Contoh: Diam!
Sudah siap?
Pergi!
Yang baru!
Kalimat-kalimat di atas mengandung satu unsur inti atau unsur pusat.
Contoh: Amir mengambil.
Arif ada.
Kiki pergi
Ibu berangkat-ayah menunggu.
Karena terdapat dua inti, kalimat tersebut disebut kalimat mayor.
5. Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat berisikan gagasan pembicara atau penulis secara singka, jelas, dan tepat.
Jelas : berarti mudah dipahami oleh pendengar atau pembaca.
Singkat : hemat dalam pemakaian atau pemilihan kata-kata.
Tepat : sesuai dengan kaidah bahasa yang berlaku.
Kalimat Tidak Efektif
Kalimat tidak efektif adalah kalimat yang tidak memiliki atau mempunyai sifat-sifat yang terdapat pada kalimat efektif.
Sebab-Sebab Ketidakefektifan Kalimat
1. kontaminasi= merancukan 2 struktur benar 1 struktur salah
contoh:
diperlebar, dilebarkan diperlebarkan (salah)
memperkuat, menguatkan memperkuatkan (salah)
sangat baik, baik sekali sangat baik sekali (salah)
saling memukul, pukul-memukul saling pukul-memukul (salah)
Di sekolah diadakan pentas seni. Sekolah mengadakan pentas seni Sekolah mengadakan pentas seni (salah)
2. pleonasme= berlebihan, tumpang tindih
contoh :
para hadirin (hadirin sudah jamak, tidak perlu para)
para bapak-bapak (bapak-bapak sudah jamak)
banyak siswa-siswa (banyak siswa)
saling pukul-memukul (pukul-memukul sudah bermakna ‘saling’)
agar supaya (agar bersinonim dengan supaya)
disebabkan karena (sebab bersinonim dengan karena)
3. tidak memiliki subjek
contoh:
Buah mangga mengandung vitamin C.(SPO) (benar)
Di dalam buah mangga terkandung vitamin C. (KPS) (benar) ??
Di dalam buah mangga mengandung vitamin C. (KPO) (salah)
4. adanya kata depan yang tidak perlu
Perkembangan daripada teknologi informasi sangat pesat.
Kepada siswa kelas I berkumpul di aula.
Selain daripada bekerja, ia juga kuliah.
5. salah nalar
waktu dan tempat dipersilahkan. (Siapa yang dipersilahkan)
Mobil Pak Dapit mau dijual. (Apakah bisa menolak?)
Silakan maju ke depan. (maju selalu ke depan)
Adik mengajak temannya naik ke atas. (naik selalu ke atas)
Pak, saya minta izin ke belakang. (toilet tidak selalu berada di belakang)
Saya absen dulu anak-anak. (absen: tidak masuk, seharusnya presensi)
Bola gagal masuk gawang. (Ia gagal meraih prestasi) (kata gagal lebih untuk subjek bernyawa)
6. kesalahan pembentukan kata
mengenyampingkan seharusnya mengesampingkan
menyetop seharusnya menstop
mensoal seharusnya menyoal
ilmiawan seharusnya ilmuwan
sejarawan seharusnya ahli sejarah

7. pengaruh bahasa asing
Rumah di mana ia tinggal … (the house where he lives …) (seharusnya tempat)
Sebab-sebab daripada perselisihan … (cause of the quarrel) (kata daripada dihilangkan)
Saya telah katakan … (I have told) (Ingat: pasif persona) (seharusnya telah saya katakan)
8. pengaruh bahasa daerah
… sudah pada hadir. (Jawa: wis padha teka) (seharusnya sudah hadir)
… oleh saya. (Sunda: ku abdi) (seharusnya diganti dengan kalimat pasif persona)
Jangan-jangan … (Jawa: ojo-ojo) (seharusnya mungkin)
.
E. Konjungsi
Konjungsi antarklausa, antarkalimat, dan antarparagraf.
Konjungsi atau kata sambung adalah kata-kata yang menghubungkan bagian-bagian kalimat, menghubungkan antarkalimat, antarklausa, antarkata, dan antarparagraf.
1. Konjungsi antarklausa
a. Yang sederajat: dan, atau, tetapi, lalu, kemudian.
b. Yang tidak sederajat: ketika, bahwa, karena, meskipun, jika, apabila.
2. Konjungsi antarkalimat: akan tetapi, oleh karena itu, jadi, dengan demikian.
3. Konjungsi antarparagraf: selain itu, adapun, namun.
38 Komentar »
TATA KATA
Posted in bahasa on 8 September 2008 by endonesa

A. Kata
Kata berdasarkan bentuknya dapat dibagi atas:
a. Kata dasar yang biasanya terdiri dari morfem dasar. Seperti: kebun, lihat, anak.
b. Kata berimbuhan dapat dibagi atas:
- Awalan : berjalan, menulis
- Bersisipan : gemetar, gerigi
- Berakhiran : timbangan, langganan
- awalan dan akhiran : persatuan, kebenaran
c. Kata ulang: main-main, berjalan-jalan
d. Kata majemuk: matahari, sapu tangan
Catatan: Kata adalah satuan bahasa terkecil yang diperoleh sesudah kalimat dibagi atas bagian-bagiannya dan mengandung sebuah ide.

Jenis Kata:
1. Kata Benda
Kata yang menyatakan nama-nama benda atau segala sesuatu yang dibendakan. Misalnya: Pohon itu roboh diterjang badai.
Kata benda berimbuhan
pe- : petani, pedagang, penyanyi
peng- : pengawas, pengirim, pemilih
-an : anjuran, bacaan, kiriman
peng—an: pemberontakan, pendaftaran, pengakuan,
per—an: pertanian, perjuangan (hal), perkelahian, percakapan (perbuatan), perikanan,
persuratkabaran (yang berkaitan), perapian, perkotaan (tempat)
ke—an : kepergian, kedatangan (hal yang berhubungan), kekosongan, keberanian (keadaan),
kebangsaan, kemanusiaan (hal mengenai), kedutaan, kelurahan (kantor/wilayah)
-el-, -er-, -em-, -in-: telunjuk (tunjuk), gerigi (gigi), gemetar (getar), kemuning (kuning)
-wan/-wati : ilmuwan, karyawati
-at/-in, -a/-i: muslimin/muslimat, dewa/dewi
-isme, -(is)asi, -logi, -tas : komunisme, kolonialisasi, biologi, kualitas

2. Kata Kerja
Kata yang menyatakan perbuatan atau pekerjaan. Misalnya kakak belajar di kamar.
Kata kerja berimbuhan:
meng- : mengambil , mengikat, mengolah
per- : peringan, perlebar, perluas
ber- : berunding, berantai, bekerja, berkarya
ter- : terasa, terpercaya, tepercik
di- : dibeli, diambil, didalami
-kan : letakkan, buatkan, kumpulkan
-i : pukuli, tangisi

3. Kata Sifat
Kata yang menyatakan sifat khusus, watak, keadaan benda, atau yang dibendakan. Misalnya: Kami kedinginan malam ini.
Kata sifat berimbuhan:
-i, -iah, -wi : abadi, ilmiah, duniawi,
-if, -er, -al, -is : aktif (aksi), komplementer (komplemen), normal (norma), teknis (teknik)

4. Kata Keterangan
Kata yang memberi keterangan pada kata kerja atau pada kata sifat. Misalnya: Karena malu, ia segera berlari pulang.
Kata keterangan berimbuhan:
se—nya : sebaiknya, sebenarnya, secepatnya
-nya : rasanya, agaknya, rupanya, biasanya

5. Kata Ganti
Kata ganti adalah kata yang menggantikan kata benda atau sesuatu yang dibendakan. Kata ganti, antara lain terdiri atas:
a) Kata ganti orang, yang meliputi:
1. Kata ganti orang pertama tunggal. Misalnya: Saya sedang belajar Bahasa Indonesia.
2. Kata ganti orang pertama jamak. Misalnya: Kami tidak akan membuat keributan lagi.
3. Kata ganti orang kedua tunggal. Misalnya: Silakan Anda temui anak itu.
4. Kata ganti orang kedua jamak. Misalnya: Kalian harus memperbaiki diri sebaik-baiknya.
5. Kata ganti orang ketiga tunggal. Misalnya: Sejak sakit, ia menjadi anak pendiam.
6. Kata ganti orang ketiga jamak. Misalnya: Apakah mereka menyadari kesalahannya?
7. Kata ganti orang pertama dan kedua. Misalnya: Jika demikian, ya kita tinggal berdo’a.
b) Kata ganti empunya
Misalnya: ku, mu, nya.
c) Kata ganti penunjuk
Misalnya: ini, itu, sana, sini.
d) Kata ganti penghubung
Misalnya: yang
e) Kata ganti penanya
Misalnya: bagaimana, siapa

6. Kata bilangan
Kata yang menunjukkan bilangan atau jumlah suatu benda. Misalnya: delapan, seekor, sepucuk.
7. Kata depan
Kata yang menghubungkan benda dengan kata-kata yang lain. Kata depan biasanya terletak di depan kata benda. Misalnya: di, dari, untuk.
8. Kata sambung
Kata yang menghubungkan dua kalimat menjadi satu yang utuh. Misalnya: dan, meskipun, melainkan.
9. Kata sandang
Kata yang menentukan atau membatasi kata benda. Kata sandang biasanya terletak di depan kata benda. Misalnya: si, sang, para, hang.
10. Kata seru
Kata yang menyatakan luapan emosi atau perasaan. Misalnya: ah, amboi, astaga.

Pembagian Jenis Kata Baru
1. Kata benda adalah segala macam kata yang dapat diterangkan atau diperluas dengan yang+kata sifat.
Misalnya: perumahan yang baru, pohon yang besar.
2. Kata kerja atau verba. Kata kerja adalah segala macam kata yang dapat diperluas dengan kelompok kata
dengan+kata sifat.
Misalnya: Adik tidur dengan nyenyak, Andi berlari dengan kencang.
3. Kata sifat. Segala kata yang mengambil bentuk se+reduplikasi+nya, serta dapat diperluas dengan paling,
lebih, sekali.
Misalnya: se-tingi-tinggi-nya, paling sakit, sakit sekali.
4. Kata tugas.
a. Bentuk
Dari segi bentuk umumnya kata-kata tugas sukar sekali mengalami perubahan bentuk, seperti: dengan, telah, dan tetapi tidak bisa mengalami perubahan. Tetapi di samping itu ada segolongan kata yang jumlahnya sangat terbatas, walaupun termasuk kata tugas yang dapat mengalami perubahan bentuk, misalnya: tidak, sudah, dapat berubah menjadi: meniadakan, menyudahkan.
b. Kelompok kata
Dari segi kelompok kata, kata-kata tugas hanya memiliki tugas untuk memperluas atau mengadakan transformasi kalimat. Kata tugas dapat dibagi atas dua macam, yaitu:
1. Kata tugas yang monovalen (bernilai satu), yaitu semata-mata bertugas memperluas kalimat. Misalnya: dan, tetapi, sesudah, di, ke, dari.
2. Kata-kata tugas yang ambivalen (bernilai dua), yaitu di samping berfungsi sebagai kata tugas yang monovalen dapat juga bertindak sebagai jenis kata lain, baik dalam membentuk kalimat minim maupun dalam merubah bentuknya. Misalnya: sudah, tidak.
c. Partikel kah, tah, lah, pun.
Partikel adalah semacam kata tugas yang mempunyai bentuk yang khusus yaitu sangat ringkas atau kecil, dengan mempunyai fungsi tertentu. Bentuk-bentuk kah, tah, lah, pun, adalah partikel penentu atau pengeras.
Fungsi dan makna partikel-partikel tersebut di atas dapat dirinci sebagai berikut:
1. Partikel kah
Fungsi partikel kah.
a. Memberikan tekanan pada pertanyaan, kata yang dihubungkan dengan kah itu dipentingkan. Misalnya: Belajar atau tidurkah dia?
b. Dapat dipakai pula untuk menyatakan hal yang tidak tentu. Misalnya: Datanglah atau tidakah saya tidak tahu.
2. Partikel tah
Fungsi partikel tah.
Fungsi partikel tah ini sama dengan kah, tetapi lebih terbatas pemakaiannya hanya pada kata tanya saja. Misalnya: apatah, manatah, siapatah. Bentuk-bentuk ini lebih sering dijumpai dalam bahasa Melayu lama. Maka pertanyaan dengan memepergunakan partikel tah adalah meragukan atau kurang tentu.
3. Partikel lah
Fungsi partikel lah adalah:
a. Menegaskan sastra perbuatan baik dalam kalimat berita, kalimat perintah, maupun dalam permintaan atau harapan. Misalnya: Bukalah dengan rapi!
b. Mengeraskan satu satra keterangan. Misalnya: Tiadalah aku mau diperlakukan seperti itu.
c. Menekankan satra pangkal. Dalam hal ini biasanya ditambah dengan partikel yang. Misalnya: Engkaulah yang bertanggung jawab atas kejadian ini.
4. Partikel pun
Fungsi dari partikel pun adalah:
a. Mengeraskan atau memberi tekanan pada kata yang bersangkutan. Misalnya: Tak seorang pun keluarganya menghadiri pesta itu.
b. Dalam penguatan atau pengerasan dapat terkandung arti atau pengertian berlawanan. Misalnya: mengorbankan nyawa sekalipun aku rela.
c. Gabungan antara pun+lah dapat mengandung aspek inkoaktif. Misalnya: Setelah mereka pergi, ayah pun tibalah.
B. Kata Ulang
Kata-kata ulang disebut juga reduplikasi. Pada dasarnya kupu-kupu bukanlah termasuk kata ulang, tetapi ada sebagian ahli bahasa tetap kokoh dengan pendapatnya dengan mengatakan kupu-kupu, kura-kura, termasuk ke dalam kata ulang.
Pada prinsipnya pengulangan mempunyai syarat di antaranya:
1. Selalu mempunyai dasar yang diulang
2. Proses pengulangan tidak mengubah jenis (kelas) kata.
3. Bentuk dasarnya adalah kata yang lazim (umum) dipakai dalam tindak berbahasa.
Macam-macam kata ulang:
1. Kata ulang dwipurwa. Ulangan atas suku kata awal. Contoh: leluasa, tetangga.
2. Kata ulang utuh/ asli. Yaitu ulang atas bentuk dasar yang berupa kata dasar. Seperti: pencuri-pencuri, anak-
anak.
3. Kata ulang dwilingga salin suara atau berubah bunyi. Kata ulang yang terjadi perubahan bunyi pada bagian
berulangnya. Seperti: bolak-balik, gerak-garik.
4. Kata ulang berimbuhan. Kata ulang yang pengulangannya mendapat imbuhan, baik pada lingga pertama
maupun pada lingga kedua. Seperti: pukul-memukul, berpukul-pukulan.

Fungsi kata ulang
Menentukan fungsi kata ulang di sini sangat sulit, sebab fungsi dan arti terjalin erat. Bila hanya dilihat dari proses terjadinya kata ulang tersebut maka akan ditemukan adanya fungsi morfologis. Hal tersebut disebabkan oleh konsep bahwa prinsip perulangan tidak mengubah jenis kata. Artinya, bila kata dasar dari jenis kata benda maka tetap akan kita dapatkan kata benda dari kata ulangannya, demikian pula untuk jenis kata yang lain.
Adapun arti yang didukung oleh perulangan adalah:
1. Banyak yang tidak tentu
- Buku-buku itu telah kusimpan dalam lemari
- Kuda-kuda itu berkejar-kejaran.
2. Bermacam-macam
- Pohon-pohonan: banyak dan bermacam-macam pohon
- buah-buahan: banyak dan bermacam-macam buah.
3. Menyerupai
- kuda-kuda
- langit-langit
4. Agak
- Kemalu-maluan
- kebarat-baratan
5. Menyatakan intensitas
a. Intensitas kualitatif. Contoh: belajar segiat-giatnya. Gunung itu yang setinggi-tingginya di Pulau
Jawa.
b. Intensitas kuantitatif. Contoh: kuda-kuda, buah-buah.
c. Intensitas frekuentatif. Contoh: Bapak menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia mondar-mandir saja sejak tadi.
d. Menyatakan saling/ berbalas-balasan/ resiprok
- Mereka bersalam-salaman.
- Kedua saudara itu hidup tolong menolong.
6. Menyatakan kolektif/ kumpulan
- Anak itu berbasis dua-dua.
- Pertandingan itu diikuti tiga-tiga regu.

C. KATA SERAPAN
Contoh
Benar Asal Benar Asal Benar Asal
aktif active indeks index praktik practice
aktivitas activity karier carier rasional rational
analisis analysis karisma charisma sistem system
atlet athlete kolera cholera teknik technique
ekspor export konkret concret teknologi technology
hierarki hierarchy kualitas quality varietas variety
9 Komentar »
TATA TULIS
Posted in bahasa on 8 September 2008 by endonesa

A. Penulisan Huruf
1. Huruf kapital atau huruf besar
A. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
Misalnya:
Kami menggunakan barang produksi dalam negeri.
Siapa yang datang tadi malam?
Ayo, angkat tanganmu tinggi-tinggi!
B. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
Misalnya:
Adik bertanya, ”Kapan kita ke Taman Safari?”
Bapak menasihatkan, ”Jaga dirimu baik-baik, Nak!”
C. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan nama kitab suci, termasuk ganti untuk Tuhan.
Misalnya:
Allah, Yang Mahakuasa, Islam, Kristen, Alkitab, Quran, Weda, Injil.
Tuhan akan menunjukkan jalan yang benar kepada hambanya.
Bimbinglah hamba-Mu, ya Tuhan, ke jalan yang Engkau beri rahmat.
D. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
Misalnya:
Haji Agus Salim, Imam Syafii, Nabi Ibrahim, Raden Wijaya.
E. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang, nama instansi, atau nama tempat.
Misalnya:
Presiden Yudhoyono, Mentri Pertanian, Gubernur Bali.
Profesor Supomo, Sekretaris Jendral Deplu.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama jabatan dan pangkat yang tidak diikuti nama orang, nama instansi, atau nama tempat.
Misalnya:
Siapakah gubernur yang baru dilantik itu?
Kapten Amir telah naik pangkat menjadi mayor.
Keponakan saya bercita-cita menjadi presiden.
F. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.
Misalnya:
Albar Maulana
Kemal Hayati
Muhammad Rahyan
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran.
Misalnya:
mesin diesel
10 watt
2 ampere
5 volt
G. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa-bangsa dan bahasa. Perlu diingat, posisi tengah kalimat, yang dituliskan dengan huruf kapital hanya huruf pertama nama bangsa, nama suku, dan nama bahasa; sedangkan huruf pertama kata bangsa, suku, dan bahasa ditulis dengan huruf kecil.
Penulisan yang salah:
Dalam hal ini Bangsa Indonesia yang ….
…. tempat bermukim Suku Melayu sejak ….
…. memakai Bahasa Spanyol sebagai ….
Penulisan yang benar:
Dalam hal ini bangsa Indonesia yang ….
…. tempat bermukim suku Melayu sejak ….
…. memakai bahasa Spanyol sebagai ….
Huruf kapital tidak dipakai sebagi huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan.
Misalnya:
keinggris-inggrisan
menjawakan bahasa Indonesia
H. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.
Misalnya:
tahun Saka
bulan November
hari Jumat
hari Natal
perang Dipenogoro
Huruf kapital tidak dipakai sebagi huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak dipakai sebagai nama.
Misalnya:
Ir. Soekarno dan Drs. Moehammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Perlombaan persenjataan nuklir membawa risiko pecahnya perang dunia.
I. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama khas dalam geografi.
Misalnya:

Salah Benar
teluk Jakarta Teluk Jakarta
gunung Semeru Gunung Semeru
danau Toba Danau Toba
selat Sunda Selat Sunda

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi unsur nama diri.
Misalnya:
Jangan membuang sampah ke sungai.
Mereka mendaki gunung yang tinggi.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi yang digunakan sebagai nama jenis.
Misalnya:
garam inggris
gula jawa
soto madura
J. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, nama resmi badan/
lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi.
Misalnya:
Departemen Pendidikan Nasional RI
Majelis Permusyawaratan Rakyat
Undang-Undang Dasar 1945
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama resmi lembaga pemerintah, ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi.
Perhatikan penulisan berikut.
Dia menjadi pegawai di salah satu departemen.
Menurut undang-undang, perbuatan itu melanggar hukum.
K. Huruf kapital dipakai sebagai huruf kapital setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan/ lembaga.
Misalnya:
Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial.
L. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) dalam penulisan nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan, kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, dalam, yang, untuK yang tidak terletak pada posisi awal.
Misalnya:
Idrus menulis buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.
Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.
Dia agen surat kabar Suara Pembaharuan.
Ia menulis makalah ”Fungsi Persuasif dalam Bahasa Iklan Media Elektronik”.
M. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti Bapak, Ibu,
Saudara, Kakak, Adik, Paman, yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.
Misalnya:
”Kapan Bapak berangkat?” tanya Nining kepada Ibu.
Para ibu mengunjungi Ibu Febiola.
Surat Saudara sudah saya terima.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang dipakai dalam penyapaan.
Misalnya:
Kita semua harus menghormati bapak dan ibu kita.
Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.
N. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan.
Misalnya:
Dr. : doktor
M.M. : magister manajemen
Jend. : jendral
Sdr. : saudara
O. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.
Misalnya:
Apakah kegemaran Anda?
Usulan Anda telah kami terima.

2. Huruf Miring
A. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam karangan.
Misalnya:
majalah Prisma
tabloid Nova
Surat kabar Kompas
B. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, atau kelompok kata.
Misalnya:
Huruf pertama kata Allah ialah a
Dia bukan menipu, melainkan ditipu
Bab ini tidak membicarakan penulisan huruf kapital.
C. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata ilmiah atau ungkapan asing, kecuali yang sudah disesuaikan ejaannya.
Misalnya:
Nama ilmiah padi ialah Oriza sativa.
Politik devide et impera pernah merajalela di benua hitam itu.
Akan tetapi, perhatikan penulisan berikut.
Negara itu telah mengalami beberapa kudeta (dari coup d’etat)

B. Penulisan Kata
1. Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Misalnya:
Kantor pos sangat ramai.
Buku itu sudah saya baca.
Adik naik sepeda baru
(ketiga kalimat ini dibangun dengan gabungan kata dasar)

1. Kata Turunan
A. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Misalnya:
berbagai ketetapan sentuhan
gemetar mempertanyakan terhapus
B. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan, atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya.
Misalnya:
diberi tahu, beri tahukan
bertanda tangan, tanda tangani
berlipat ganda, lipat gandakan
C. Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai.
Misalnya:
memberitahukan
ditandatangani
melipatgandakan
1. Bentuk Ulang
Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
Misalnya:
anak-anak, buku-buku, berjalan-jalan, dibesar-besarkan, gerak-gerik, huru-hara, lauk-pauk,
mondar-mandir, porak-poranda, biri-biri, kupu-kupu, laba-laba.

1. Gabungan Kata
A. Gabungan kata yang lazim disebutkan kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-unsurnya ditulis terpisah.
Misalnya:
duta besar, kerja sama, kereta api cepat luar biasa, meja tulis, orang tua, rumah sakit, terima kasih, mata kuliah.
B. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan salah pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian unsur yang berkaitan.
Misalnya:
alat pandang-dengar (audio-visual), anak-istri saya (keluarga), buku sejarah-baru (sejarahnya yang baru), ibu-bapak (orang tua), orang-tua muda (ayat ibu muda) kaki-tangan penguasa (alat penguasa)
C. Gabungan kata berikut ditulis serangkai karena hubungannya sudah sangat padu sehingga tidak dirasakan lagi sebagai dua kata.
Misalnya:
acapkali, apabila, bagaimana, barangkali, beasiswa, belasungkawa, bumiputra, daripada, darmabakti, halal-bihalal, kacamata, kilometer, manakala, matahari, olahraga, radioaktif, saputangan.
D. Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai.
Misalnya:
adibusana, antarkota, biokimia, caturtunggal, dasawarsa, inkonvensional, kosponsor,
mahasiswa, mancanegara, multilateral, narapidana, nonkolesterol, neokolonialisme, paripurna,
prasangka, purna-wirawan, swadaya, telepon, transmigrasi.
Jika bentuk terikan diikuti oleh kata yang huruf awalnya kapital, di antara kedua unsur kata itu
ditulisakan tanda hubung (-).
Misalnya: non-Asia, neo-Nazi
1. Kata Ganti ku, kau, mu, dan nya
Kata ganti ku dan kau sebagai bentuk singkat kata aku dan engkau, ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.

aku bawa, aku ambil menjadi kubawa, kuambil
engkau bawa, engkau ambil menjadi kaubawa, kauambil
Misalnya:
Bolehkan aku ambil jeruk ini satu?
Kalau mau, boleh engkau baca buku itu.
Akan tetapi, perhatikan penulisan berikut ini.
Bolehkah kuambil jeruk ini satu?
Kalau mau, boleh kaubaca buku itu.
1. Kata Depan di, ke, dan dari
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali di dalam gabungan kata yang sudah dianggap kata yang sudah dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada.
Misalnya:
Tinggalah bersama saya di sini.
Di mana orang tuamu?
Saya sudah makan di rumah teman.
Ibuku sedang ke luar kota.
Ia pantas tampil ke depan.
Duduklah dulu, saya mau ke dalam sebentar.
Bram berasal dari keluarga terpelajar.
Akan tetapi, perhatikan penulisan yang berikut.
Kinerja Lely lebih baik daripada Tuti.
Kami percaya kepada Ada.
Akhir-akhir ini beliau jarang kemari.
1. Kata Sandang si dan sang
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Misalnya:
Salah Benar
Sikecil si kecil
Sipemalu si pemalu
Sangdiktator sang diktator
Sangkancil sang kancil
1. Partikel
A. Partikel –lah dan –kah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Bacalah peraturan ini sampai tuntas.
Siapakah tokoh yang menemukan radium?
B. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Apa pun yang dikatakannya, aku tetap tak percaya.
Satu kali pun Dedy belum pernah datang ke rumahku.
Bukan hanya saya, melainkan dia pun turut serta.
Catatan:
Kelompok berikut ini ditulis serangkaian, misalnya adapun, andaipun, bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun, sekalipun, sungguhpun, walaupun.
Misalnya:
Adapun sebab-musababnya sampai sekarang belum diketahui.
Bagaimanapun juga akan dicobanya mengajukan permohonan itu.
Baik para dosen maupun mahasiswa ikut menjadi anggota koperasi.
Walaupun hari hujan, ia datang juga.
C. Partikel per yang berarti (demi), dan (tiap) ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya.
Misalnya:
Mereka masuk ruang satu per satu (satu demi satu).
Harga kain itu Rp 2.000,00 per meter (tiap meter).

C. Pemakaian Tanda baca
1. Tanda titik (.)
A. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya:
Ayahku tinggal di Aceh.
Anak kecil itu menangis.
Mereka sedang minum kopi.
Adik bungsunya bekerja di Samarinda.
B. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf pengkodean suatu judul bab dan subbab.
Misalnya:
III. Departemen Dalam Negeri
A. Direktorat Jendral PMD
B. Direktorat Jendral Agraria
1. Subdit ….
2. Subdit ….
I. Isi Karangan 1. Isi Karangan
A. Uraian Umum 1.1 Uraian Umum
B. Ilustrasi 1.2 Ilustrasi
1. Gambar 1.2.1 Gambar
2. Tabel 1.2.2 Tabel
3. Grafik 1.2.3 Grafik
Catatan:
Tanda titik tidak dipakai di belakang angka pada pengkodean sistem digit jika angka itu merupakan yang terakhir dalam deret angka sebelum judul bab atau subbab.
C. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka, jam, menit, dan detik yang menunjukan waktu dan jangka waktu.
Misalnya:
pukul 12.10.20 (pukul 12 lewat 10 menit 20 detik)
12.10.20 (12 jam, 10 menit, dan 20 detik)
D. Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah.
Misalnya:
Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
Lihat halaman 2345 dan seterusnya.
Nomor gironya 5645678.
E. Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Lawrence, Marry S, Writting as a Thingking Process. Ann Arbor: University of Michigan Press, 1974.
F. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
Misalnya:
Calon mahasiswa yang mendaftar mencapai 20.590 orang.
Koleksi buku di perpustakaanku sebanyak 2.799.
G. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul, misalnya judul buku, karangan lain, kepala ilustrasi, atau tabel.
Misalnya:
Catur Untuk Semua Umur (tanpa titk)
Gambar 1: Bentuk Surat Resmi Indonesia Baru (tanpa titik)
H. Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim atau tanggal surat atau (2) nama dan alamat penerima surat.
Misalnya:
Jakarta, 11 Januari 2005 (tanpa titik)
Yth. Bapak. Tarmizi Hakim (tanpa titik)
Jalan Arif Rahman Hakim No. 26 (tanpa titik)
Palembang 12241 (tanpa titik)
Sumatera Selatan (tanpa titik)
Kantor Pengadilan Negeri (tanpa titik)
Jalan Teratai II/ 61 (tanpa titik)
Semarang 17350 (tanpa titik)
1. Tanda koma (,)
A. Tanda koma dipaki di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
Misalnya:
Reny membeli permen, roti, dan air mineral.
Surat biasa, surat kilat, ataupun surat khusus, memerlukan prangko.
Menteri, pengusaha, serta tukang becak, perlu makan.
B. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan.
Misalnya:
Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
Didik bukan anak saya, melainkan anak Pak Daud.
C. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya.
Misalnya:
Anak Kalimat Induk Kalimat
Kalau hujan tidak reda saya tidak akan pergi
Karena sakit, kakek tidak bisa hadir

Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak itu mengiringi induk kalimatnya.
Misalnya:

Induk Kalimat Anak Kalimat
Saya tidak akan pergi kalau hujan tidak reda.
Kakek tidak bisa hadir karena sakit.

D. Tanda koma harus dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat, seperti oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi.
Misalnya:
Meskipun begitu, kita harus tetap jaga-jaga.
Jadi, masalahnya tidak semudah itu.
E. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat.
Misalnya:
O, begitu?
Wah, bagus, ya?
Aduh, sakitnya bukan main.
F. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
Misalnya:
Kata ibu, ”Saya berbahagia sekali”.
”Saya berbahagia sekali,” kata ibu.
Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Misalnya:
Surat ini agar dikirim kepada Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Raya Salemba 6, Jakarta Pusat. Sdr. Zulkifli Amsyah, Jalan Cempaka Wangi VII/11, Jakarta Utara 10640
Jakarta, 11 November 2004
Bangkok, Thailand
G. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.
Misalnya:
Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia, (Jakarta: Diskusi Insan Mulia, 2001), hlm. 27.
H. Tanda koma dipakai di antara orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
Misalnya:
A. Yasser Samad, S.S.
Zukri Karyadi, M.A.
I. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
Misalnya:
Guru saya, Pak Malik, Pandai sekali.
Di daerah Aceh, misalnya, masih banyak orang laki-laki makan sirih.
Semua siswa, baik yang laki-laki maupun yang perempuan, mengikuti praktik komputer.
Bandingkan dengan keterangan pembatas yang tidak diapit oleh tanda koma.
Semua siswa yang berminat mengikuti lomba penulisan resensi segera mendaftarkan namanya kepada panitia.
J. Tanda koma dipakai untuk menghindari salah baca di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
Misalnya:
Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap yang bersunguh-sungguh.
Atas pertolongan Dewi, Kartika mengucapkan terima kasih.
K. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.
Misalnya:
”Di mana pameran itu diadakan?” tanya Sinta.
”Baca dengan teliti!” ujar Bu Guru.

1. Tanda Titik Koma (;)
A. Tanda titik koma untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
Misalnya:
Hari makin siang; dagangannya belum juga terjual.
B. Tanda titik koma dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk.
Misalnya:
Ayah mencuci mobil; ibu sibuk mengetik makalah; adik menghapal nama-nama menteri; saya sendiri asyik menonton siaran langsung pertandingan sepak bola.
C. Tanda titik koma dipakai untuk memisahkan unsur-unsur dalam kalimat kompleks yang tidak cukup dipisahkan dengan tanda koma demi memperjelas arti kalimat secara keseluruhan.
Misalnya:
Masalah kenakalan remaja bukanlah semata-mata menjadi tanggung jawab para orang tua, guru, polisi, atau pamong praja; sebab sebagian besar penduduk negeri ini terdiri atas anak-anak, remaja, dan pemuda di bawah umur 21 tahun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar