WELCOME TO MY PAGE

welcome

Get Gifs at CodemySpace.com Get Gifs at CodemySpace.com

Sabtu, 10 Maret 2012

MODEL PEMBELAJARAN


MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME

Kompetensi Dasar :
1. Memahami pendekatan konstruktivisme
2. Mengetahui pengaruh konstruktivisme terhadap pembelajaran
3. Mengetahui tahap-tahap pendekatan konstruktivisme
4. Memahami perbedaan pembelajaran behaviorisme dan pembelajaran konstruktivisme

SEBAGAI ALTERNATIVE MENGATASI MASALAH PEMBELAJARAN
1. Pengantar
Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang berkembang begitu pesat pada era globalisasi, membawa perubahan yang sangat radikal. Perubahan itu telah berdampak pada setiap aspek kehidupan, termasuk pada system pendidikan dan pembelajaran. Dampak dari perubahan yang luar biasa itu terbentuknya suatu ‘kumonitas global’, lebih parah lagi karena komunitas global itu ternyata tiba jauh lebih cepat dari yang diperhitungkan: revulusi informasi telah menghadirkan dunia baru yang benar-benar hyper-reality.
Akibat dari perubahan yang begitu cepatnya, manusia tidak bias lagi hanya bergantung pada seperangkat nilai, keyakinan, dan pola aktivitas social yang konstan. Manusia dipaksa secara berkelanjutan untuk menilai kembali posisi sehubungan dengan factor-faktor tersebut dalam rangka membangu sebuah konstruksi social-personal yang memungkin atau yang tampaknya memungkinkan. Jika masyarakat mampu bertahan dalam menghadapi tantangan perubahan di dalam dunia pengetahuan, teknologi, komunikasi serta konstruksi social budaya ini, maka kita hasrus mengembangkan proses-proses baru untuk menghadapi masalah-masalah baru ini. Kita tidak dapat lagi bergantung pada jawaban-jawaban masa lalu karena jawaban-jawaban tersebut begitu cepatnya tidak berlaku seiring dengan perubahan yang terjadi. Pengetahuan, metode-metode, dan keterampilan-keterampilan menjadi suatu hal yang ketinggalan zaman hampir bersamaan dengan saat hal-hal ini memberikan hasilnya. Degeng (1998) menyatakan bahwa kita telah memasuki era kesemrawutan. Era yang datangnya begitu tiba-tiba dan tak seorang pun mampu menolaknya. Kita harus masuk di dalamnya dan diobok-obok. Era kesemrawutan tidak dapat dijawab dengan paradigma keteraturan, kepastian, dan ketertiban. Era kesemrawutan harus dijawab dengan paradigma kesemrawutan. Era kesemrawutan ini dilandasi oleh teori dan konsep konstruktivistik; suatu teori pembelajaran yang kini banyak dianut di kalangan pendidikan di AS. Unsure terpenting dalam konstruktivistik adalah kebebasan dan keberagaman. Kebebasan yang dimaksud ialah kebebasan untuk melakukan pilihan-pilihan sesuai dengan pa yang mampu dan mau dilakukan oleh si belajar. Keberagaman yang dimaksud adalah si belajar menyadari bahwa individunya berbeda dengan orang/kelompok lain, dan orang/kelompok lain berbeda dengan individunya.
Alternative pendekatan pembelajaran ini bagi Indonesia yang sedang menempatkan reformasi sebagai wacana kehidupan berbangsa dan bernegara, bukan hanya di bidang pendidikan, melainkan juga di segala bidang. Selama ini, wacana kita adalah behavioristik yang berorientasi pada penyeragaman yang pada akhirnya membentuk manusia Indonesia yang sangat sulit menghargai perbedaan. Perilaku yang berbeda lebih dilihat sebagai kesalahan yang harus dihukum. Perilaku manusia Indonesia selama ini sudah terjangkit virus kesamaan, virus keteraturan, dan lebih jauh virus inilah yang mengendalikan perilaku kita dalam berbangsa dan bernegara.
Longworth (1999) meringkas fenomenan ini dengan menyatakan: ‘Kita perlu mengubah focus kita dan apa yang perlu dipelajari menjadi bagaimana caranya untuk mempelajari. Perubahan yang harus terjadi adalah perubahan dari isi menjadi proses. Belajar bagaimana cara belajar untuk mempelajari sesuatu menjadi suatu hal yang lebih penting daripada fakta-fakta dan konsep-konsep yang dipelajari itu sendiri’.
Oleh karena itu, pendidikan harus mempersiapkan para individu untuk siap hidup dalam sebuah dunia di mana masalah-masalah muncul jauh lebih cepat daripada jawaban dari masalah tersebut, di mana ketidakpastian dan ambiguitas dari perubahan dapat dihadapi secara terbuka, di mana para individu memiliki keterampilan-keterampilan yang diperlukannya untuk secara berkelanjutan menyesuaikan hubungan mereka dengan sebuah dunia yang terus berubah, dan di mana tiap-tiap dan kita menjadi pemberi arti dari keberadaan kita. Beare & Slaughter (1993) menagaskan, ‘Hal ini tidak hanya berarti teknik-teknik baru dalam pendidikan, tetapi juga tujuan baru. Tujuan pendidikan haruslah unutk mengembangkan suatu masyarakat di mana orang-orang dapat hidup secara lebih nyaman dengan adanya perubahan daripada dengan adanya kepastian. Dalam dunia yang akan datang, kemampuan untuk menghadapi hal-hal baru secara tepat lebih penting daripada kemampuan untuk mengetahui dang mengulangi hal-hal lama.
Kebutuhan akan orientasi baru dalam pendidikan ini terasa begitu kuat dan nyata dalam berbagai bidang studi, baik dalam bidang studi eksakta maupun ilmu-ilmu social. Para pendidik, praktisi pendidikan dan kita semua, mau tidak mau harus merespon perubahan yang terjadi dengan mengubah paradigma pendidikan. Untuk menjawab dan mengatasi perubahan yang terjadi secara terus-menerus, alternative yang dapat digunakan adalah paradigmna konstruktivistik.

II. Pengertian Konstruktivisme
Konstruktivisme merupakan :
Salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekan kan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi ( bentukan ) kita sendiri (von glaserfeld dalam Bettencourt,1989 dan matthews,1994)
Menurut Von Glaserfeld (1989),agar mahasiswa mampu mengkonstruksi pengetahuan,maka diperlukan :
a. Kemampuan mahasiswa untuk mengingat dan mengungkapkan kembali/pengalaman.
b. Kemampuan mahasiswa untuk membandingkan,dan mengambil keputusan mengenai persamaan dan perbedaan suatu hal.
c. Kemampuan mahasiswa untuk lebih menyukai pengalaman yang satu daripada yang lain (selective conscience).
1. Pendekatan Konstruktivisme
Peran Guru dalam Pendekatan Konstruktivisme
Guru merupakan fasilitator dalam proses pembinaan pengetahuan belajar dan guru hanya membimbing para pelajar,bukan hanya memindahkan ilmu pengetahuan terus ke otak pelajar. Guru bertanggung jawab untuk memberi para pelajar petunjuk dan garis panduan yang sesuai. Guru tidak memberi jawaban kepada soalan-soalan yang dikemukakan ,tetapi guru hanya berperanan untuk menanyakan soalan-soalan yang dapat merangsang pemikiran para pelajar.
Peran siswa dalam pendekatan Konstruktivisme
• Memperoleh pengetahuan sebelumnya dan menghubungkan pengetahuan tersebut dengan pengetahuan selanjutnya atau fenomena alam dan pengalaman harian.
• Memahami pengetahuan yang berkaiatan dengan perkembangan bidang sains dan teknologi serta proses industri dalam berbagai bidang.
• Menguasai kemahiran berfikir dan kemahiran sains.

2.Tahapan Pembelajaran Konstruktisvisme
• Pemanasan ( apersepsi)
Tanya jawab tentang pengetahuan dasar dan pengalaman –penglaman belajar.
• Eksplorasi
Memberikan tugas kepada siswa untuk mencari informasi- informasi materi yang telah diajarkan dan yang akan dipelajari.
• Konsolidasi Pembelajaran
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan pengetahuan dan pemahamannya tentang masalah materi yang akan dipelajari.
• Pembentukan sikap dan perilaku
Mendorong dan mengajak siswa untuk menerapkan konsep yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari.
• Penilaian Formatif
Melihat dan mengoreksi kelemahan atau kekurangan siswa dan masalah-masalah yang dihadapi guru.

2. Hakikat Pembelajaran Behavioristik dan Pembelajaran Konstruktivistik
a. Hakikat Pembelajaran Behavioristik
Thornike, salah seorang penganut paham behavioristik, menyatakan bahwa belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon ® yang diberikan atas stimulus tersebut. Pernyataan Thorndike ini didasarkan pada hasil eksperimennya di laboratorium yang menggunakan beberapa jenis hewan seperti kucing, anjing, monyet, dan ayam. Menurutnya, dari berbeagai situasi yang diberikan seekor hewan akan memberikan sejumlah respon, dan tindakan yang dapat terbentuk bergantung pada kekuatan keneksi atau ikatan-ikatan antara situasi dan respon tertentu. Kemudian ia menyimpulkan bahwa semua tingkah laku manusia baik pikiran maupun tindakan dapat dianalisis dalam bagian-bagian dari dua struktur yang sederhana, yaitu stimulus dan respon. Dengan demikian, menurut pandangan ini dasar terjadinya belajar adalah pembentukan asosiasi antara stimulus dan respon. Oleh karena itu, menurut Hudojo (1990:14) teori Thondike ini disebut teori asosiasi.
Selanjutnya, Thorndike (dalam Orton, 1991:39-40; Resnick, 1981:13) mengemukakan bahwa terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon ini mengikuti hokum-hukum berikut: (1) Hukum latihan (law of exercise), yaitu apabila asosiasi antara stimulus dan respon serting terjadi, maka asosiasi itu akan terbentuk semakin kuat. Interpretasi dari hokum ini adalah semakin sering suatu pengetahuan – yang telah terbentuk akibat tejadinya asosiasi antara stimulus dan respon – dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat; (2) Hukum akibat (law of effect), yaitu apabila asosiasi yang terbentuk antara stimulus dan respon diikuti oleh suatu kepuasan maka asosiasi akan semakin meningkat. Hal ini berarti (idealnya), jika suatu respon yang diberikan oleh seseorang terhadap suatu stimulus adalah benar dan ia mengetahuinya, maka kepuasan akan tercapai dan asosiasi akan diperkuat.
Penganut paham psikologi behavior yang lain yaitu Skinner, berpendapat hamper senada dengan hukum akibat dari Thorndike. Ia mengemukakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan (reinforcement). Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus – respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan positif dan penguatan negative. Penguatan positif sebagai stimulus, apabila representasinya mengiringi suatu tingkah laku yang cenderung dapat meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku itu. Sedangkan penguatan negative adalah stimulus yang dihilangkan/dihapuskan karena cenderung menguatkan tingkah laku (Bell, 1981:151).

b. Hakikat pembelajaran Konstruktivisme
Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi.
Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran, si belajarlah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa.
Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pebelajar.

• Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivistik, yaitu:
(1) mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam kontek yang relevan,
(2) mengutamakan proses,
(3) menanamkan pembelajaran dalam konteks pengalaman social,
(4) pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman (Pranata, http://puslit.petra.ac.id/journals/interior/.).
Hakikat pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks & Brooks dalam Degeng mengatakan bahwa pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.
3. Aspek-aspek Pembelajaran Konstruktivistik
Fornot mengemukakan aaspek-aspek konstruktivitik sebagai berikut: adaptasi (adaptation), konsep pada lingkungan (the concept of envieronmet), dan pembentukan makna (the construction of meaning). Dari ketiga aspek tersebut oleh J. Piaget bermakna yaitu adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.
• Asimilasi adalah : proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru perngertian orang itu berkembang.

• Akomodasi, dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru,seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu biasa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidaksetimbangan (disequilibrium). Akibat ketidaksetimbangan itu maka tercapailah akomodasi dan struktur kognitif yang ada yang akan mengalami atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidaksetimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-equilibrium). Tetapi bila terjadi kesetimbangan maka individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada sebelumnya.
Tingkatan pengetahuan atau pengetahuan berjenjang ini oleh Vygotskian disebutnya sebagai scaffolding. Scaffolding, berarti membrikan kepada seorang individu sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan pembelajar dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri.
Vygotsky mengemukakan tiga kategori pencapaian siswa dalam upayanya memecahkan permasalahan, yaitu (1) siswa mencapai keberhasilan dengan baik, (2) siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan, (3) siswa gagal meraih keberhasilan. Scaffolding, berarti upaya pembelajar untuk membimbing siswa dalam upayanya mencapai keberhasilan. Dorongan guru sangat dibutuhkan agar pencapaian siswa ke jenjang yang lebih tinggi menjadi optimum.
Konstruktivisme Vygotskian memandang bahwa pengetahuan dikonstruksi secara kolaboratif antar individual dan keadaan tersebut dapat disesuaikan oleh setiap individu. Proses dalam kognisi diarahkan memalui adaptasi intelektual dalam konteks social budaya. Proses penyesuaian itu equivalent dengan pengkonstruksian pengetahuan secara intra individual yakni melalui proses regulasi diri internal. Dalam hubungan ini, para konstruktivis Vygotskian lebih menekankan pada penerapan teknik saling tukar gagasan antar individual.

Dua prinsip penting yang diturunkan dari teori Vygotsky adalah:
1. Mengenai fungsi dan pentingnya bahasa dalam komunikasi social yang dimulai proses pencanderaan terhadap tanda (sign) sampai kepada tukar menukar informasi dan pengetahuan,
2. Zona of proximal development. Pembelajar sebagai mediator memiliki peran mendorong dan menjembatani siswa dalam upayanya membangun pengetahuan, pengertian dan kompetensi.
Sumbangan penting teori Vygotsky adalah penekanan pada hakikat pembelajaran sosiakultural. Inti teori Vygotsky adalah menekankan interaksi antara aspek internal dan eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan social pembelajaran. Menurut teori Vygotsky, funsi kognitif manusia berasal dari interaksi social masing-masing individu dalam konteks budaya. Vygotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas tersebut masih dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zona of proximal development mereka. Zona of proximal development adalah daerah antar tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan memecahkan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.

Pengetahuan berjenjang tersebut seperti pada sekema berikut :















Pengetahuan dan pengertian dikonstruksi bila seseorang terlibat secara social dalam dialog dan aktif dalam percobaan-percobaan dan pengalaman. Pembentukan makna adalah dialog antar pribadi.dalam hal ini pebelajar tidak hanya memerlukan akses pengalaman fisik tetapi juga interaksi dengan pengalaman yang dimiliki oleh individu lain. Pembelajaran yang sifatnya kooperatif (cooperative learning) ini muncul ketika siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan belajar yang diinginka oleh siswa. Pengelolaan kelas menurut cooperative learning bertujuan membantu siswa untuk mengembangkan niat dan kiat bekerja sama dan berinteraksi dengna siswa yang lain. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas yaitu: pengelompokan, semangar kooperatif dan penataan kelas. (Pranata, http://puslit.petra.ac.id/journals/interior/.

Pengetahuan berjenjang tersebut dapat digambarkan seperti pada skema berikut:
Secara singkat teori Peaget dan Vygotsky dapat dikemukakan dalam table berikut ini.
Tabel 1: Piagetian and Vygotskyan Constructivism
Piagetian Constructivism Vygotsky Constructivism
Concept constructivism focus on individual cognitive development through co-constructed learning environments with national, decontextualized thinking as the goal of development Vygotsky, in order to understand human development, a multilevel analysis using all four levels of history must be employed: sosiocultural constructivism,
Subject of Study Focus on the development of autonomous cognitive forms within the individual, culminating in rational thought that is decentered from the individual. argued that individual development cannot be understood without reference to the interpersonal and institutional surround which situates the child
Develop-ment of cognitive forms the structure of the mind is the source of our understanding of the world.
the construction of knowledge occurs through interaction in the social world. Thus for Vygotsky the development of cognitive forms occurs by means of the dialectical relationship between the individual and the social context

Pembelajaran konstruktivistik dan pembelajaran behavioristik yang dikemukakan oleh Degeng dapat dilihat pada table-tabel berikut :
Table 2 : Pandangan Konstruktivistik dan behavioristik tentang belajar dan pembelajaran.
Konstruktivistik Behavioristik
Pengtahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah dan tidak menentu. Pengetahuan adalah objektif, pasti, dan tetap , tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi.
Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar adalah menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna seta menghargai ketidakmenentuan. Belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar.
Si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya. Si belajar akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar itulah yang harus dipahami oleh si belajar.
Mind berfungsi sebagai alat untuk menginterpretasi peristiwa, objek, atau perspektif yang ada dalam dunia nyata sehingga makna yang dihasilkan bersifat unik dan individualistic. Fungsi mind adalah menjiplak struktur pengetahuan melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan.


Table 3 : Pandangan Konstruktivistik dan Behavioristik tentang Penataan Lingkungan Belajar.
Konstruktivistik Behavioristik
Ketidakteraturan, ketidakpastian, kesemerawutan, Keteraturan, kepastian, ketertiban
Si belajar harus bebas. Kebebasan menjadi unsur yang esensial dalam lingkungna belajar. Si belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan lebih dahulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial. Pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin.
Kegagalan atau keberhasilan, kemampuan atau ketidakmampuan dilihat sebagai interpretasi yang berbeda yang perlu dihargai. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum, dan keberhasilan atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah.
Kebebasan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Si belajar adalah subjek yang harus memapu menggunakan kebebasan untuk melakukan pengaturan diri dalam belajar. Ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Si belajar adalah objek yang harus berperilaku sesuai dengan aturan.
Control belajar dipegang oleh si belajar. Control belajar dipegang oleh system yang berada di luar diri si belajar.

Table 4 Pandangan Konstruktivistik dan behavioristik tentang Tujuan Pembelajaran
Konstruktivistik Behavioristik
Tujuan pembelajaran ditekankan pada belajar bagaimana belajar (learn how to learn) Tujuan belajar ditekankan pada penambahan pengetahuan.

Tabe 5 pandangan Konstruktivistik dan behavioristik tentang strategi pembelajaran
Konstruktivistik Behavioristik
o Penyajian isi menekankan pada penggunaan pengetahuan secara bermakna mengikuti urutan dari keseluruhan-ke-bagian.

o Pembelajaran lebih banyak diarahkan untuk meladeni pertanyaan atau pandangan si belajar.

o Aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada data primer dan bahan manipulatif dengan penekanan pada keterampilan berpikir kritis.


o Pembelajaran menekankan pada proses. o Penyajian isi menekankan pada keterampilan yang terisolasi dan akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian-ke-keseluruhan.

o Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat.


o Aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks dengan penekanan pada keterampilan mengungkapkan kembali isi buku teks.

o Pembelajaran menekankan pada hasil

Tabe 6 Pandangan Konstruktivistik dan Behavioristik tentang evaluasi
Konstruktivistik Behavioristik
o Evaluasi menekankan pada penyusunan makna secara aktif yang melibatkan keterampilan terintegrasi, dengan menggunakan masalah dalam konsteks nyata.

o Evaluasi yang menggali munculnya berpikir divergent, pemecahan ganda, bukan hanya satu jawaban benar


o Evaluasi merupakan bagian utuh dari belajar dengan cara memberikan tugas-tugas yang menuntut aktivitas belajar yang bermkana serta menerapkan apa yang dipelajari dalam konteks nyata. evaluasi menekankan pad aketerampilan proses dalam kelompok. o Evaluasi menekankan pada respon pasif, keterampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan ‘paper and pencil test’


o Evaluasi yang menuntu satu jawaban benar. Jawaban benar menunjukkan bahwa si-belajar telah menyelesaikan tugas belajar.

o Evaluasi belajar dipandang sebagai bagian terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasnaya dilakukan setelah kegiatan belajar dengan penekanan pada evaluasi individual.

Rancangan Pembelajaran Konstruktivistik
Berdasarkan teori J. Peaget dan Vygotsky yang telah dikemukakan di atas maka pembelajaran dapat dirancang/didesain model pembelajaran konstruktivis di kelas sebagai berikut:
• Pertama : identifikasi prior knowledge dan miskonsepsi. Identifikasi awal terhadap gagasan intuitif yang mereka miliki terhadap lingkungannya dijaring untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan akan munculnya miskonsepsi yang menghinggapi struktur kognitif siswa. Identifikasi ini dilakukan dengan tes awal, interview
• Kedua: penyusunan program pembelajaran. Program pembelajaran dijabarkan dalam bentuk satuan pelajaran.
• Ketiga: orientasi dan elicitasi, situasi pembelajaran yang kondusif dan mengasyikkan sangatlah perlu diciptakan pada awal-awal pembelajaran untuk membangkitkan minat mereka terhadap topic yang akan dibahas. Siswa dituntun agar mereka mau mengemukakan gagasan intuitifnya sebanyak mungkin tentang gejala-gejala fisika yang mereka amati dalam lingkungan hidupnya sehari-hari. Oengungkapan gagasan tersebut dapat memalui diskusi, menulis, ilustrasi gambar dan sebagainya. Gagasan-gagasan tersebut kemudian dipertimbangkan bersama. Suasana pembelajaran dibuat santai dan tidak menakutkan agar siswa tidak khawatir dicemooh dan ditertawakan bila gagasan-gagasannya salah. Guru harus menahan diri untuk tidak menghakiminya. Kebenaran akan gagasan siswa akan terjawab dan terungkap dengan sendirinya melalui penalarannya dalam tahap konflik kognitif.
• Keempat: refleksi. Dalam tahap ini, berbagai macam gagasan-gagasan yang bersifat miskonsepsi yang muncul pada tahap orientasi dan elicitasi direflesikan dengan miskonsepsi yang telah dijaring pada tahap awal. Miskonsepsi ini diklasifikasi berdasarkan tingkat kesalahan dan kekonsistenannya untuk memudahkan merestrukturisasikannya.
• Kelima: restukturisasi ide, (a) tantangan, siswa diberikan pertanyaan-pertanyaan tentang gejala-gejala yang kemudian dapat diperagakan atau diselidiki dalam praktikum. Mereka diminta untuk meramalkan hasil percobaan dan memberikan alas an untuk mendukung ramalannya itu. (b) konflik kognitif dan diskusi kelas. Siswa akan daapt melihat sendiri apakah ramalan mereka benar atau salah. Mereka didorong untuk menguji keyakinan dengan melakukan percobaan. Bila ramalan mereka meleset, mereka akan mengalami konflik kognitif dan mulai tidak puas dengan gagasan mereka. Kemudian mereka didorong untuk memikirkan penjelasan paling sederhana yang dapat menerangkan sebanyak mungkin gejala yang telah mereka lihat. Usaha untuk mencari penjelasan ini dilakukan dengan proses konfrontasi melalui diskusi dengan teman atau guru yang pada kapasistasnya sebagai fasilitator dan mediator. (c) membangun ulang kerangka konseptual. Siswa dituntun untuk menemukan sendiri bahwa konsep-konsep yang baru itu memiliki konsistensi internal. Menunjukkan bahwa konsep ilmiah yang baru itu memiliki keunggulan dari gagasan yang lama.
• Keenam: aplikasi. Menyakinkan siswa akan manfaat untuk beralih konsepsi dari miskonsepsi menuju konsepsi ilmiah. Menganjurkan mereka untuk menerapkan konsep ilmiahnya tersebut dalam berbagai macam situasi untuk memecahkan masalah yang instruktif dan kemudia menguji penyelesaian secara empiris. Mereka akan mampu membandingkan secara eksplisit miskonsepsi mereka dengan penjelasa secara keilmuan.
• Ketujuh: review dilakukan untuk meninjau keberhasilan strategi pembelajaran yang telah berlangsung dalam upaya mereduksi miskonsepsi yang muncul pada awal pembelajaran. Revisi terhadap strategi pembelajaran dilakukan bila miskonsepsi yang muncul kembali bersifat sangar resisten. Hal ini penting dilakukan agar miskonsepsi yang resisten tersebut tidak selamanya menghinggapi struktur kognitif, yang pada akhirnya akan bermuara pada kesulitan belajar dan rendahnya prestasi siswa bersangkutan.
Ciri-Ciri Guru Konstruktivis :
Menurut Brooks & Brooks (Iim Waliman, dkk. 2001) terdapat beberapa ciri yang menggambarkan seorang guru yang konstruktivis dalam melaksanakan proses pembelajaran siswa, yaitu:
• Guru mendorong, menerima inisiatif dan kemandirian siswa.
• Guru menggunakan data mentah sebagai sumber utama pada fokus materi pembelajaran.
• Guru memberikan tugas-tugas kepada siswa yang terarah pada pelatihan kemampuan mengklasifikasi, menganalisis, memprediksi, dan menciptakan.

• Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menguraikan isi pelajaran dan mengubah strategi belajar mengajar.
• Guru melakukan penelusuran pemahaman siswa terhadap suatu konsep sebelum memulai pembelajaran.
• Guru mendorong terjadinya dialog dengan dan antar siswa.
• Guru mendorong siswa untuk berfikir, melalui pertanyaan-pertanyaan terbuka dan mendorong siswa untuk bertanya sesama teman.
• Guru melakukan elaborasi respon siswa siswa, baik yang sudah benar maupun yang belum benar.
• Guru melibatkan siswa pada pengalaman yang menimbulkan kontradiksi dengan hipotesis siswa dan mendiskusikannya.
• Guru memberikan waktu berfikir yang cukup bagi siswa dalam menjawab pertanyaan
• Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencoba menghubungkan beberapa hal yang dipelajari untuk meningkatkan pemahaman.
• Guru di akhir pembelajaran memfasilitasi proses penyimpulan melalui acuan yang benar.

III.Penutup
Berdasarkan uraian di atas maka untuk mengatasi beraneka ragam persoalan dalam pembelajaran yang semakin rumit, maka pembelajaran behavioristik yang selama ini telah digunakan selama bertahun-tahun, tampaknya tidak mampu lagi menjawab semua persoalan pembelajaran, maka perlu mencari alternatif pembelajaran yang lebih mampu mengatasi semua persoalan pembelajaran yang ada, salah satunya adalah pendekatan konstruktivistik yang telah diuraikan. Pendekatan ini menghargai perbedaan, menghargai keunikan invidu, menghargai keberagaman dalam menerima dan memaknai pengetahuan.
















Daftar Pustaka

Constructivisme-Learning theory (wikipedia)(laman web : http://en.wikipedia.org/wiki/constructivisme %281 earning _ theory%29)

Dalgarno,B.1996.Constructivistcomputer assisted learning: theoryand technique,ASCILITE Conference,2-4 December 1996,(laman web:http://www.ascilite.org.au./ adelaide 1996/papers/21.html)

Iim Waliman, dkk. 2001. Pengajaran Demokratis (Modul Manajemen Berbasis Sekolah). Bandung : Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.




















MAKALAH




Di susun Oleh :
Kelompok 7 :
• Ana Anggraini ( 06061011006 )
• Nurul Hasanah ( 06061011029 )
• Ari Afriansyah ( 06061011031)
Dosen Pengasuh :
Prof. Dr.H.Fuad Abd.Rachman,Mpd.
Drs. Abidin Pasaribu,MM.

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2008-2009

PENYESUAIAN SILABUS DAN RPP

Silabus

A. PENGERTIAN SILABUS
Silabus dapat didefinisikan sebagai ” garis besar, ringkasan, ikhtisar, atau pokok-pokok isi atau materi pelajaran ” ( Salim, 1987 : 98 ). Istilah silabus digunakan untuk menyebut suatu produk pengembangan kurikulum berupa penjabaran lebih lanjut dari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ingin dicapai, dan pokok-pokok serta uraian materi yang perlu dipelajari siswa dalam rangka pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar.
Silabus adalah seperangkat rencana serta pengaturan pelaksanaan pembelajaran dan penilaian yang disusun secara sistematis memuat komponen-komponen yang saling berkaitan untuk mencapai penguasaan kompetensi dasar.
Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Dalam implementasinya, silabus dijabarkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran, dilaksanakan, dievaluasi, dan ditindaklanjuti oleh masing-masing guru. Selain itu, silabus harus dikaji dan dikembangkan secara berkelanjutan dengan memerhatikan masukan hasil evaluasi hasil belajar, evaluasi proses ( pelaksanaan pembelajaran), dan evaluasi rencana pembelajaran.

B. MANFAAT SILABUS
Silabus bermanfaat sebagai pedoman dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut, seperti pembuatan rencana pembelajaran , pengelolahan kegiatan pembelajaran, dan pengembangan sistem penilaian. Silabus merupakan sumber pokok dalam penyusunan rencana pembelajaran, baik rencana pembelajaran untuk satu standar kompetensi maupun untuk satu kompetensi dasar. Silabus pun bermanfaat sebagai pedoman untuk merencanakan pengelolaan kegiatan pembelajaran, misalnya kegiatan pembelajaran secara klasikal, kelompok kecil, atau pembelajaran secara individual. Bahkan, silabus sangat bermanfaat untuk mengembangkan sistem penilaian. Dalam pembelajaran berbasis kompetensi, sebagaimana yang dianut oleh KTSP, sistem penilaian selalu mengacu pada standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembeljaran yang terdapat dalam silabus.

C. LANDASAN PENGEMBANGAN SILABUS
Landasan Pengembangan silabus adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 17 Ayat (2) dan pasal 20 yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 17
(2) Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi dinas kabupaten/ kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK, dan departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK.
Pasal 20
Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.

D. STRATEGI PENGEMBANGAN SILABUS
Yang mengembangkan atau menyusun silabus adalah
 Guru kelas/mata pelajaran
 Kelompok guru kelas/mata pelajaran
 Kelompok kerja guru (PKG/MGMP), atau
 Dinas pendidikan.
Penyusunan silabus dilaksanakan bersama-sama oleh guru kelas/ mata pelajaran, kelompok guru kelas/mata pelajaran, atau kelompok kerja guru (PKG/MGMP) pada tingkat satuan pendidikan untuk satu sekolah atau kelompok sekolah dengan tetap memerhatikan karakteristik masing-masing sekolah.
Strategi Dalam Pengembangan Silabus
1. Bagi sekolah yang mampu dapat menyusun silabus :
 Secara mandiri atau bersama-sama dengan MGMP mata pelajaran sejenis atau antar mata pelajaran.
 Berkoordinasi dengan pihak Kabupaten/Kota
2. Bagi sekolah yang belum mampu dapat :
 Menggunakan model silabus yang disusun oleh sekolah lain atau pihak lainnya.
 Menggunakan contoh yang telah disisipkan oleh Direktorat Pendidikan Menengah Umum.

E. PRINSIP PENGEMBANGAN SILABUS
Silabus merupakan salah satu produk pengembangan kurikulum dan pembeljaran yang berisikan garis-garis besar materi pembelajaran. Beberapa prinsip yang mendasari pengembangan silabus adalah antara laian :
1. Ilmiah
Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Untuk mencapai kebenaran ilmiah tersebut, dalam penyusunan silabus selayaknya dilibatkan para pakar di bidang keilmuan masing-masing mata pelajaran. Hal ini dimaksudkan agar materi pelajaran yang disajikan dalam silabus valid.
2. Relevan
Cakupan, kedalam, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai ada keterkaiatan dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta didik.
3. Sistematis
Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi.
4. Memadai
Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menujang pencapaian kompetensi dasar.
5. Konsisten
Adanya hubungan yang konsisten (ajek, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian.
6. Aktual dan Kontekstual
Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian memerhatikan pengembangan ilmu, teknologi, dan seni mukhtahir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.
7. Fleksibel
Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat.
8. Menyeluruh
Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi ( kognitif, afektif, dan psikomotor ).

F. LANGKAH-LANGKAH TEKNIS PENGEMBANGAN SILABUS
Secara teknis, langkah-langkah pengembangan silabus mengikuti tahapan berikut:
1. Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran sebagaimana yang tercantum pada Standar Isi, dengan memerhatikan hal-hal berikut :
 Urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan materi;
 Keterkaiatan antar standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran;
 Keterkaiatan antar standar kompetensi dan kompetensi dasar antar mata pelajaran.



2. Mengidentifikasi materi pokok
Mengidentifikasi materi pokok yang menunjang pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar dengan mempertimbangkan :
 Tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial dan spiritual peserta didik.
 Kebermanfaatan bagi peserta didik.
 Struktur keilmuan
 Kedalaman dan keluasan materi
 Relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan;
 Alokasi waktu

3. Mengembangkan Pengalaman belajar
Pengalaman belajar merupakan kegiatan mental dan fisik yang dilakukan peserta didik dalam berinteraksi dengan sumber belajar melalui pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan mengaktifkan peserta didik. Pengalaman belajar memuat kecakupan hidup yang perlu dikuasai peserta didik. Rumusan pengalaman belajar juga mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar peserta didik.

4. Merumuskan Indikator keberhasilan belajar
Indikator merupakan penjabaran dari kompetensi dasar yang menunjukkan tanda-tanda, perbuatan dan/atau respon yang dilakukan atau ditampilkan oleh peserta didik.
Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik, dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi. Indikator digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian.

5. Penentuan jenis penilaian
Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan indikator. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, sikap, penilaian hasil karya berupa proyek atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri.

6. Menentukan alokasi waktu
Penentuan waktu pada setiap kompetensi dasar didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran perminggu dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar, keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan kompetensi dasar. Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk menguasai kompetensi dasar.

7. Menentukan sumber belajar
Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran. Sumber belajar dapat berupa media cetak dan elektronik, narasumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial dan budaya.
Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar serta materi pokok, kegiatan pembelajaran dan indikator pencapaian kompetensi.

G. PENGALOKASIAN UNIT WAKTU DALAM SILABUS
Pengalokasian waktu dalam silabus mengikuti cara-cara berikut.
 Silabus mata pelajaran disusun berdasarkan seluruh alokasi waktu yang disediakan untuk mata pelajaran selama penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan.
 Implementasi pembelajaran per semester menggunakan penggalan silabus sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk mata pelajaran dengan alokasi waktu yang tersedia pada struktur kurikulum. Khusus untuk SMK/MAK menggunakan penggalan silabus berdasarkan satuan kompetensi.

H. KOMPONEN SILABUS
Berdasarkan langkah-langkah pengembangan silabus, format silabus paling tidak memuat 9 komponen, yaitu :
1. Komponen identifikasi
Pada komponen identifikasi yang perlu diisi adalah nama sekolah, nama mata pelajaran, kelas, dan semeter.
2. Komponen standar kompetensi
Pada komponen standar kompetensi, yang perlu dikaji adalah standar kompetensi mata pelajaran yang bersangkutan dengan memerhatikan hal-hal berikut :
 Urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan materi.
 Keterkaitan anatarstandar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran.
 Keterkaitan standar kompetensi dan kompetensi dasar antar mata pelajaran.
3. Komponen kompetensi Dasar
Pada kompetensi dasar yang perlu dikaji adalah kompetensi dasar mata pelajaran dengan memerhatikan hal-hal berikut :
 Urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan materi.
 Keterkaitan anatarstandar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran.
 Keterkaitan standar kompetensi dan kompetensi dasar antar mata pelajaran.
4. Komponen Materi Pokok
Pada komponen materi pokok, yang dilakukan adalah mengidentifikasi materi pokok dengan mempertimbangkan :
 Tingkat perkembangan fisik, intelektual emosional, sosial, dan spiritual peserta didik;
 Kebermanfaatan bagi peserta didik
 Struktur keilmuan,
 Kedalaman dan keluasan materi
 Relevansi dengan kebutuhna peserta didik dan tuntutan lingkungan,
 Alokasi waktu
5. Komponen Pengalaman Belajar
Pada komponen pengalaman belajar, yang perlu diperhatikan adalah rambu-rambu berikut :
 Pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan mengaktifkan peserta didik
 Pengalaman be;lajat memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik.
 Rumusanya mencerminakan pengelolaan pengalaman belajar peserta didik.
6. Komponen Indikator
Pada komponen indikator, yang perlu diperhatikan adalah rambu-rambu berikut :
 Indikator merupakan penjabaran dari KD yang menunjukkan tanda-tanda, perbuatan dan/atau respons yang dilakukan atau ditampilkan oleh peserta didik.
 Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik.
 Rumusan indikator menggunakan kerja operasional yang terukur dan.atau dapat diobservasi.
 Indikator digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian.
7. Komponen jenis penilaian
Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, sikap, penilaian hasil karya berupa proyek atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri. Jenis penilaian yang dipilih bergantung pada rumusan indikatornya.
8. Komponen alokasi waktu
Pada komponen alokasi waktu, hal-hal berikut perlu dipertimbangkan:
 Penentuan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per minggu dengan mempertimbangakan jumlah kompetensi dasar keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan kompetensi dasar.
 Alokasi waktu yang diantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk menguasai kompetensi dasar.
9. Komponen sumber belajar
Pada komponen sumber belajar, hal-hal berikut perlu dipertimbangkan:
 Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran.
 Sumber belajar dapat berupa media cetak dan elektronik, narasumber, serta lingkungan fisik, alam sosial, dan budaya.
 Penentuan Sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar serta materi pokok, kegiatan pembelajran, dan indikator pencapaian kompetensi.

I. FORMAT SILABUS
Berdasarkan komponen tersebut, hasil pengembangan silabus dapat dikemas ke dalam 3 jenis format. Pengembangan silabus dapat memilih satu di antara jenis format berikut :

FORMAT 1
SILABUS
Nama Sekolah : .............................................................................................
Mata pelajaran : .............................................................................................
Kelas/Semester : .............................................................................................
Standar Kompetensi : .............................................................................................
.............................................................................................
.............................................................................................

Kompetensi dasar
Materi pokok
Pengalaman belajar Indikator Penilaian
Alokasi waktu
Sumber/ bahan/alat

FORMAT 2
SILABUS
Nama Sekolah : .............................................................................................
Mata pelajaran : .............................................................................................
Kelas/Semester : .............................................................................................


Standar kompetensi
Kompetensi dasar
Materi pokok
Pengalaman belajar Indikator Penilaian
Alokasi waktu
Sumber/ bahan/alat


FORMAT 3
SILABUS
Nama Sekolah : .............................................................................................
Mata pelajaran : .............................................................................................
Kelas/Semester : .............................................................................................

I. Standar kompetensi : .......................................................................................
II. Kompetensi Dasar : .......................................................................................
III. Materi Pokok : .......................................................................................
IV. Pengalaman Belajar : .......................................................................................
V. Indikator : .......................................................................................
VI. Penilaian : .......................................................................................
VII. Alokasi Waktu : .......................................................................................
VIII. Sumber/Bahan/Alat : .......................................................................................




J. PENGEMBANGAN SILABUS SELANJUTNYA
Dalam implementasi, silabus dijabarkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), dilakasanakan, dievaluasi, dan ditindaklanjuti oleh masing-masing guru.
Dalam rangka pemantapan lebih lanjut, silabus harus dikaji dan dikembangkan secara berkelanjutan dan terus menerus dengan memerhatikan masukan dari hasil evaluasi belajar, hasi evaluasi proses ( pelaksanaan pembelajaran), dan dan hasil evaluasi rencana pembelajaran. Oleh karena itu, tahapan pengembangan silabus diawali dari perencanaan, pelaksanaan, perbaikan, pemantapan, sampai pada penilaian pelaksanaan.

K. LANGKAH BERIKUTNYA SETELAH SILABUS TERSUSUN
Langkah berikutnya setelah silabus tersusun adalah menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Akan tetapi, sebelum RPP disusun, ada beberapa tahapan kegiatan yang harus dilakukan guru agar RPP yang disusun bisa efektif dan efisien, yaitu sebagai berikut
1. Melakukan pemetaan kompetensi dasar per unit
Pemetaan kompetensi dasar per unit adalah penataan semua kompetensi dasar yang tertuang dalam silabus mata pelajaran ke dalam unit-unit pembelajaran. Dengan melakukan pemetaan kompetensi dasar ini akan diketahui unit-unit pelajaran yang terdapat dalam mata pelajaran dan jam pelajaran yang diperlukan pada setiap unit. Pengetahuan terhadap porsi waktu setiap unit akan memudahkan guru dalam pengembangan materi pembelajaran ketika menyusun RPP. Hal- hal yang harus diperhatikan guru dalam pemetaan kompetensi dasar per unit adalah sebagai berikut.
 Pengurutan kompetensi dasar sesuai dengan prinsip keilmuan, pendidikan (pengajaran), dan kadar kesulitan / kedalaman.
 Penyatuan kompetensi dasar yang sejenis
 Pemberian jumlah waktu atau jam pelajaran setiap unit dengan melihat hasil pengembangan silabus.
 Pembagian jumlah waktu atau jam pelajaran yang tersedia ( dalam satu tahun atau satu semester ) kesemua unit secara proporsional.

2. Melakukan analisis alokasi waktu
Analisis alokasi waktu adalah pelacakan jumlah minggu dalam semester/ tahun pelajaran terkait dengan pemanfaatan waktu pembelajaran dalam mata pelajaran tertentu. Pelacakan ini diarahkan pada jumlah minggu keseluruhan, jumlah minggu tidak efektif, dan jumlah minggu efektif. Kepastian jumlah minggu efektif dalam jumlah minggu semester/tahun pelajaran akan memudahkan guru dalam penyebaran jam pelajaran pada setiap unit pelajaran yang telah dipetakan sebelumnya. Hal yang perlu diperhatikan guru dalam analisis alokasi waktu adalah sebagai berikut
 Penentuan jumlah minggu pada setiap bulan dalam semeter/ tahun pelajaran dengan melihat kalender umum
 Penentuan jumlah minggu yang tidak efektif pada setiap bulan dalam semester/ tahun pelajaran dengan melihat kalender pendidikan.
 Penentuan jumlah minggu yang efektif pada setiap bulan pada semester / tahun pelajaran dengan melihat kalender pendidikan
 Penyebaran jumlah jam pelajaran pada tiap unit pelajaran yang telah dipetakan sebelumnya ( lihat hasil pemetaan kompetensi dasar per unit )
 Pengalokasian jam pelajaran untuk ulangan harian ( kalau ada), ulangan tengah semester, dan ulangan akhir semester
 Pembagian jumlah waktu / jam pelajaran efektif (dalam 1 tahun atau 1 semester) ke semua unit secara proporsional dan semua jenis ulangan.

3. Menyusun program tahunan/program semester
Program tahunan (PROTA) dan Program Semester (PROMES) adalah rencana umum pembelajaran mata pelajaran setelah diketahui kepastian jumlah jam pelajaran efektif dalam satu tahun/semester. Penyusunan PROTA dan PROMES ini berdasarkan hasil pemetaan kompetensi dasar per unit.
Hasil penyusunan prota dan promes inilah yang nantinya sebagai dasar untuk menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Pada sisi lain, berdasarkan PROTA dan PROMES ini pula nantinya kepala sekolah atau pengawas bisa mengetahui/ mengontrol apakah unit-unit pembelajaran telah dilaksanakan oleh guru atau belum. Hal yang patut dilakukan guru dalam penyusunan prota dan promes adalah sebagai berikut
 Mendaftar kompetensi dasar pada setiap unit berdasarkan hasil pemetaan kompetensi dasar per unit yang telah disusun
 Mengisi jumlah jam pelajaran setiap unit berdasarkan hasil analisis alokasi waktu yang telah disusun
 Menentukan materi pembelajaran pokok pada setiap kompetensi dasar, yang didapatkan dari pengembangan silabus yang telah disusun atau dari kreatifitas guru.
 Membagi habis jumlah jam pelajaran efektif ( dalam satu tahun atau satu semester) kesemua unit pembelajaran dan semua jenis ulangan berdasarkan pengalokasian waktu yang terdapat dalam hasil analisis alokasi waktu yang telah disusun
4. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)

L. PENGERTIAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
Perencanaan pembelajaran atau biasa disebut Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan diterapkan guru dalam pembelajaran di kelas. Berdasarkan RPP, seorang guru diharapkan bisa menerapkan pembelajaran secara terprogram. Jadi, RPP harus mempunyai daya terap (aplicable) yang tinggi. tanpa perencanaan yang matang, mustahil target pembelajaran bisa tercapai secara maksimal. Melalui RPP juga dapat diketahui kadar kemampuan guru dalam menjalankan profesinya.

M. KOMPONEN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Sebagaimana rencana pembelajaran pada umumnya, rancangan pembelajaran berbasis kompetensi melalui pendekatan kontekstual dirancang guru yang akan melaksanakan pembelajaran di kelas yang berisi skenario tentang apa yang akan dilakukan siswanya sehubungan topik yang akan dipelajarinya. Secara teknis rencana pembelajaran minimal mencakup komponen – komponen berikut :
1. Standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator pencapaian hasil belajar
2. Tujuan pembelajaran
3. Materi pembelajaran
4. Pendekatan dan metode pembelajaran
5. Langkah – langkah kegiatan pembelajaran
6. Alat dan sumber belajar
7. Evaluasi pembelajaran
Berbeda dengan rencana pembelajaran yang dikembangkan oleh paham objektivis yang menekankan rincian dan kejelasan tujuan, rencana pembelajaran kontekstual yang dikembangkan paham konstruktivis menekankan pada tahap – tahap kegiatan (yang mencerminkan proses pembelajaran) siswa dan media atau sumber pembelajaran yang dipakai. dengan demikian, rumusan tujuan yang spesifik bukan menjadi prioritas dalam penyuusunan rencana pembelajaran kontekstual karena yang akan dicapai lebih pada kemajuan proses belajarnya.

N. LANGKAH PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
Ambil satu unit pembelajaran (dalam silabus) yang akan diterapkan dalam pembelajaran
1. Tulis standar kompetansi dan kompetansi dasar yang terdapat dalam unit tersebut.
2. Tentukan indikator untuk mencapai kompetensi dasar tersebut.
3. Tentukan alokasi waktu yang diperlukan untuk mencapai indikator tersebut.
4. Rumusan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dalam pembelajaran tersebut.
5. Tentukan materi pembelajaran yang akan diberikan kepada siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
6. Pilih metode pembelajaran yang dapat mendukung sifat materi dan tujuan pembelajaran.
7. Susunlah langkah – langkah kegiatan pembelajaran pada setiap satuan rumusan tujuan pembelajaran, dikelompokan menjadi kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan penutup.
8. Jika alokasi waktu untuk mencapai satu kompetensi dasar lebih dari 2 (dua) jam pelajaran, bagilah langkah – langkah pembelajaran menjadi lebih dari satu pertemuan. Pembagian setiap jam pertemuan didasrkan pada satuan tujuan pembelajaraan atau sifat/tipe/jenis materi pembelajraan.
9. Sebutkan sumber / media belajar yang akan digunakan dalam pembelajaraan secara konkret dan untuk setiap bagian / unit pertemuan.
10. Tentukan tehnik penilaian, bentuk dan contoh instrumen penilaian yang akan digunakan untuk mengukur ketercapaian kompetensi dasar atau tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Jika instrumen penilaian berbentuk tugas, rumuskan tugas secara jelas dan bagaiman rambu – rambu penilaiaannya. Jika instrumen penilaian berbentuk soal, camtumkan soal – soal tersebut dan tentukan rambu – rambu penilaiannya dan atau kunci jawabannya. Jika penilaiannya berbentuk proses, susunlah rubiknya dan indikator masing – masingnya.

O. Format RPP
Ada beberapa alternatif format rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang bisa dikembangkan. Format yang dipilih guru sangat bergantung pada sifat materi pembelajaran dan selera / kehendak kurikulum yang sedang berlaku. Yang penting adalah ketika memutuskan penggunaan format tertentu harus dilakukan secara sadar dan rasional.





FORMAT 1











































FORMAT 2
FORMAT 2











































Format 3


FORMAT 3











































P. LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN RENCANA PEMBELAJARAN ATAU SILABUS BERBASIS KOMPETENSI DENGAN PENDEKATAN CTL
Setelah format dipilih, secara hierarkis langkah – langkah pokok penyusunan rencana pembelajaran atau silabus berbasis kompetensi dengan pendekatan CTL adalah sebagai berikut :
1. Buka silabus mata pelajaran tertentu (SD/MI, SMP/MTs atau SMA/MA), dimana terdapat kompetensi dasar, materi pokok dan pencapaian hasil belajar yang dikelopokkan berdasarkan kelas dan semester.
2. Setelah memilih kompetensi dasar, materi pokok dan indikator pencapaian hasil belajar, nyatakan kegiatan utama pembelajarannya yang diperoleh dari penggambungan antara kompetensi dasar, materi pokok dan indikator pencapaian tujuan.
3. Rumuskan tujuan umum pembelajarannya, mengacu pada indikator pencapaian hasil belajar dan kegiatan utama pembelajarannya.
4. Rinci media yang dapat mendukung kegiatan pembelajaran, sesuai dengan tujuan pembelajaran, meembangkitkan minat belajar siswa, memberikan kesempatan siswa untuk berpartisipasi aktif, esensial, ketersediaan, kemudahan penerapan dan kealamiahan.
5. Susun skenario tahap – tahap kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan siswa, dimana harus mencerminkan aktualisasi prinsip pembelajaran berbasis kompetensi dan komponen utaama pendekatan kontekstual.
6. Tentukan penilaian autentiknya. Dengan data apa siswa dapat diamati partisipasinya dalam belajar. Data tersebut diarahkan pada setiap tahapan kegiatan siswa dari awal sampai akhir kegiatan, termasuk hasil belajar..






Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP)

Mata Pelajaran : IPA
Satuan Pembalajaran : SMP/MTs
Kelas/Semester : VII/1
Alokasi Waktu : 4 x 40 menit
Tema : Bebas dari Efek samping Bahan Kimia di Rumah Tangga.

A. Standar Kompetensi
Kimia (4) : Memahami kegunaan bahan kimia dalam kehidupan sehari – hari.
Biologi (5) : Memahami gejala – gejala alam melalui pengamatan.

B. Kompetensi Dasar dan Contoh Indikator
Kimia (4.2) : Mencari informasi tentang kegunaan dan efek samping bahan kimia dalam kehidupan sehari – hari.
1. Menjelaskan pengaruh pengunaan bahan kimia yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari – hari seperti pembersih, pemutih, pewangi dan pembasmi serangga.
2. Menjelaskan efek samping penggunaan bahan kimia yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari – hari seperti pembersih, pemutih, pewangi dan pembasmi serangga.

C. Tujuan
Setelah melakukan kegiatan ini diharapkan peserta didik mampu :
1. Menginformasikan efek samping dan kegunaan bahan kimia di rumah tangga.
2. Menggunakan bahan kimia di rumah tangga sesuai dengan peruntukan.

D. Pendekatan dan metode Pembelajaran
1. Pendekatan : Kontekstual.
2. Metode : Eksperimen, diskusi informasi, ceramah, tanya jawab.
E. Langkah Pembelajaran
Pertemuan 1
Persyaratan Pengetahuan
Mengetahui beerbagai alasan mengapa kita mencuci tangan dengan sabun ?
Tahapan Kegiatan Kegiatan
Kegiatan Awal / Pendahuluan  Mengadakan tanya jawab dengan peserta didik tentang tindakan yang dilakukan untuk mengusir nyamuk.
Kegiatan Inti  Peserta didik mengomunikasikan data pengamatan bahan kimia di rumah secara kelompok.
 Peserta didik mengidentifikasi bahan kimia yang berbahaya.
 Peserta didik melakukan percobaan pengaruh pemutih terhadap kain atau bunga.
 Mempersentasikan hasil percobaan.
Kegiatan Penutup  Peserta didik membuat rangkuman dibimbing oleh guru.
 Guru memberi penghargaan kepada kelompok peserta didik yang kinerjanya baik.

Pertemuan 2
Persyaratan Pengetahuan
Apakah semua air dapat berbusa jika ditambah sabun ?
Tahapan Kegiatan Kegiatan
Kegiatan Awal / Pendahuluan Mengadakan tanya jawab dengan peserta didik tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan mencuci pakaian, misalnya “Pernahkah kalian melihat orang mencuci ?”
Kegiatan Inti  Peserta didik secara kelompok melakukan percobaan pengaruh detergen terhadap air sadah.
 Tujuan Percobaan : AIR SADAH
 Mempelajari dan menentukan kedalaman air.
 Alat dan Bahan :
1. Stoples kecil tertutup
2. Sendok
3. Penggaris
4. Pipet
5. Air Suling
6. Garam Inggris
7. Sabun cair untuk mencuci piring
Urutan Kerja
1. Ambil air suling, masukkan ke dalam stoples
2. Tambahkan garam inggris ± ¼ sendok teh
3. Tambahkan 1 tetes sabun cair
4. Tutup stoples dan kocok ± 30 detik
5. Biarkan stoples selama ± 15 detik
6. Ukur ketinggian busa di atas permukaan air
7. Bandingkan dengan busa yang terbentuk apabila air yang digunakan adalah air biasa (tanpa ditambah garan Inggris volume air dan tetes sabun cair sama).
 Hasil Pengamatan :
....................................................................................
....................................................................................
 Mempersentasikan hasil pengamatan.
Kegiatan Penutup  Peserta didik membuat rangkuman dengan bimbingan guru.
 Guru memberi penghargaan pada kelompok yang berkinerja baik.
 Uji kompetensi



F. Alat dan Sumber Belajar
1. Alat dan bahan (untuk percobaan pengaruh pemutih terhadap kain atau bunga)
a. Arloji atau piring plastik
b. Kain berwarna, bunga
c. Bahan pemitih
d. Pipet tetes

2. Alat dan bahan (untuk percobaan air sadah)
a. Stoples kecil dan tutupnya
b. Sendok
c. Penggaris
d. Pipet
e. Air suling
f. ¼ senddok teh garam Inggris
g. Sabun cair untuk mencuci piring
3. Sumber Belajar
a. Buku IPA
b. Lingkungan sekitar

G. Penilaian
1. Tes harian
a. Mengapa air suling ditambah garam Inggris ?
b. mana yang busanya lebih banyak, air ditambah sabun atau (air+garam Inggris) + sabun ?
c. Apakah yang dimaksud dengan air sadah ?
2. Laporan praktikum

............................., ...........
Mengetahui,
Kepala Sekola, Guru Mata Pelajaran,

NIP NIP
DAFTAR PUSTAKA

http://deni3wardana.wordpress.com/2007/08/13/bagaimana-cara-menyusun-ktsp-dan-silabus-yang-benar/
http://Ipp@uns.ac.id
Muslich, Mansur. 2007. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Malang : Bumi Aksara
Muslich, Mansur. 2007. KTSP Dasar Pemahaman Dan Pengembangan. Malang : Bumi Aksara
http://silabus-rpp.blogspot.com/2008/04/silabus-kurikulum-tingkat-satuan.html
www.Ipp.uns.ac.id